KH Noer Ali

KH Noer Ali
hero, pioneer of future about Islam

Jumat, 22 Oktober 2010

KH Noer Ali Gelar Kiyai Pemberian Bung Tomo

Gelar pahlawan bisa jadi bukan tujuan hidupnya. Termasuk gelar kiyai haji yang ia sandangnya merupakan pemberian dari Bung Tomo. Saat itu dari podium, Bung Tomo, membakar semangat perjuangan melawan penjajah dengan menyebut nama KH Noer Ali di Bekasi Jawa Barat. Masih kata Bung Tomo, ia sangat muji perjuangannya dan para pengikut KH Noer Ali dalam berjuangan gigih melawan penjajah belanda usai proklamasi Soekarno-Hatta.
Ulama ini amat unik, serba bisa. Ia paling popular disebut sebagai pendiri yayasan attaqwa pusat Ujung harapan, pahlawan kemerdekaan RI, ulama spiritual dan tokoh Partai Masyumi. Di luar itu, ia mahir dalam mengenalkan cara bercocok tanam padi bagi warganya dimana dapat dipanen dua kali setiap tahun, arsitek pembangunan jalan tembus di desanya yang indah bak sketsa kota besar di Eropa, perancang amaliyah dan ibadah praktis, ulama pemersatu, dan ulama ahli diplomasi.
Bagi kalangan ulama saat ini ia tergolong ulama pejuang dan saat ini ia bisa jadi dikenal sebagai pendiri yayasan attaqwa pusat atau lebih dari itu ia pahlawan nasional. Tapi jangan sampai mereka hanya tahun sebuah nama jalan di kali malang saja sebab hal itu hanya mengurangi kita akan pesan dan teladan besar yang ia lakukan untuk kita semua.
Sebagai guru, dirinya memang unik. Diceritakan, KH Noer Ali seusai study di Makkah ia kembali ke Bekasi atau Ujung malang, ia membuka pengajian sebagaimana tokoh agama saat itu lakukan. Pertama dirinya mampu mempersatukan dua Masjid jami di kampungnya yang berdekatan. Pasalnya dua kampung ujung malang itu di pisah dengan areal persawahan. Utara dan selatan. Untuk sholat jum’at dua jamaah masjid itu bergantian untuk sholat Jumat agar jumlah mereka mencapai ukuran yang sesuai dengan syariah. Namun Noerali mampu melobi dua pemuka masjid itu untuk bersatu dengan dibangunkan sebuah masjid jami attaqwa yang lebih besar di areal persawahan.
Sebagai anggota dewan tingkat provinsi asal partai masyumi dan diperbantukan untuk menjadi anggota Konstituante Noer Ali mampu mematahkan argumentasi partai lain lantaran kemampuan logika yang mantap. Semua lawan politiknya dipatahkan bagaikan kilat bdan musuh diam seketika dibuatnya.
Dalam mengajar santrinya, ia mempelopiri mata pelajaran ilmu mantiq atau logika sebuah pelajaran yang belum popular saat itu. Meski ada beberapa pelajaran nahwu dan shorof ia kuasi namun seni berbahasa yang ia miliki tetap amat menyolok. Diceritakan, cara mengajar ilmu logika dan nahwu amat beda. Kalau nahwu serius sedangkan logika terbilang santai. Meski kedua cara ini membuat muridnya segan tak ketulungan.
Dalam berdakwah ia terbilang ulama yang amat menghormati seseorang apapun pangkatb dan latar berlakangnya. Sebut saja pada waktu tahunb 80-an dimana saat itu hubungan umat islam dan pemerintah tegang. Namun sebagai bapak dari orang Bekasi, KH Noer Ali, dalam satu waktu menjadi penceramah giliran dalam sebuah pengajian bulanan di Pemda Bekasi. Saat itu, ia menyebut soal peran serta seorang hansip yang menurutnya amat penting bagi kita semua lantaran kalau tak ada dia maka ibadah umat islam tak akan khusyu. Spontan saja, ucapan itu mendapat tepuk tangan serentak dari pendengar yang rata-rata pegawai di Pemda Bekasi. Bisa jadi, sikap ini yang membuat dirinya selalu dekat dengan umatnya.
KH Noer mampu memadukan akal, pikir dan zikir dalam aktivitasnya yang besar. Bagi penulis bisa jadi dirinya memeliki ketiga unsur tersebut atau yang biasa disebut irfan. Kemampuan ini dapat diasah lewat ibadah yang kuat dan berkelanjutan. Lalu dapat mengungkap tabir pemahaman yang diberikan dari Allah SWT untuk orang tertentu. Untuk ukuran orang saat ini, Irfan itu ukuran ilmu tasawwuf, namun bagi aliran filsafat Islam, Irfan adalah metode berfikir yang mengkombinasikan antara akal fakir dan kekuatan zikir dan pengalaman.
Penggabungan ketiganya menghasilkan kebenaran model irfan yang hanya dimiliki oleh para filosof besar seperti Mullah Sadra dan Suhrawardi. Ulama besar assal Persia, Iran. Pertimbangan ini sengaja dilakukan lantaran pada sosok KH NoerAli dirinya tergolong mapan dalam menguasia ilmu logika, ilmu agama, ketajaman berfikir, aktivis pegerakan yang kaya dengan pengalaman serta kekuatan dalam menjalankan ibadah. Kombisani ketiga ini bukan memandulkan satu di antara mereka tapi memadukan kekuatan diantaaranya. Hasilnya, adalah di mana Allah SWT memberikan kepada dirinya rahasi-rahasi tentang sesuatu yang jarang didapat bagi orang kebanyakan.
Sebutan sebagai pemersatu di kalangan ulama dan masyarakat sering kali didengar sejak penulis masih sekolah di lembaga yang didirikannya. Di kalangan ulama dirinya sering kali berkomunikasi dengan ulama lainnya tampa melihat latar belakangan aliran politik maupun organisasai keagamannya yang dianutnya. Sebut saja, dalam acara maulid Nabi Muhammad yang setiap tahun diiadakan di Ponpes Attaqwa secara besar-besaran ia kerap kali mengundang tokoh KH Idham Cholid yang saat itu menjadi Ketua Umum PBNU dan Muhammad Natsir yang secara amaliah keagamaan mewakili kalangan Persatuan Islam. Dalam menyelesaikan sesuatu persoalan KH Noer Ali mengajak ulama lain terlibat tanpat melihat sebab-sebab perbedaan di antara mereka.
Sedangkan di lokal Bekasi dan Jakarta, KH Noer Ali terlihat sering menggelar forum muzdakarah yang dihadiri para juniornya dalam membahas sesuatu. Meski terlihat para junior mereka merupakan pentolan unsur NU dan Muhammadiyah, atau berbeda secara garis pemikiran namun ia sering melakukan kesimpulan yang dapat diterima forum. Dengan kata lain, upaya persatuan tersebut lebih pada bentuk niat untuk bersatu dalam perbedaan yang ada dalam tujuan tertentu, yaitu pembangunan umat yang masih perlu bimbingan para ulama.
Sedangkan sebutan ulama yang konsisten dan memiliki karakter yang kuat ini terlihat dalam sikapnya dalam mengimbangi kekuatan Orde Baru yang sangat berkuasa. Sebagai ulama yang ihklas, sederhana dan apa adanya ia berhasil dengan baik tanpa ada konflik yang berarti. Keteguhan yang dimaksud adalah, sikapnya yang tidak menjilat pada kekuasaan hanya untuk mengamankan apa yang dilakukan dalam berjuang di masyarakat. Sikap ini beda dengan yang terjadi pada saat itu, nyaris para ulama banyak mendekat dengan kekuasaan lantaran agar dapat posisi atau sekedar tak dicap sebagai eks Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia atau pemberontak sebagaimana sebutan itu lazim diberikan bagi mereka yang menjauh dengan kekuasaan Orba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

salamlikum silahkan menuangkan ide dalam media ini. salam