KH Noer Ali

KH Noer Ali
hero, pioneer of future about Islam

Jumat, 22 Oktober 2010

Who Terrorist ?

Not more one decade, in Indonesia issue of terrorist was booming. Indonesia goverment like has not confident when has national tragedy in Bali bomb I, II, Australia Ambassador at Kuningan and onather pleace. As moeslem majority in people, Indonesia was claimed be all terrorist, love violent land of terrorist. Thus, live and born very good in Indonesia.
I Have opinion was different to other man. Agree or disagree that Indonesia mapp has long story in political dan bad information about Islam versus government. Not more was written about terrorit attack in Palembang about plane from Palembang, Indonesia to Bangkok, Jihad Command at Tanjung Priok situation that disharmoni of relation between Islamic people with goverment in Soeharto regim. In the last, when attack of bom in Borrobudur tample ane year ago, Bali Bomb attack I, II and so on. May be, it is fenomenon was creat someone has not obey and to reduktif Islamic people and then to get donation from other……
Now, with their much argument and information likely that false and liesness has did fact and be truth. This is funny and unlogic for us and amateur work.
Agree or disagree please givbe respond,,,,,,,,

Peace for you and marchiful and blassing from God

excuse me
Now, We are in one community has help all moeslem have problem about financial. And we hope all audients can do and help this issue with help from his study, health, work and so on. All your respons has I wait and I invite you all. We will promise your donations can we give for them,,,, thanks you very much..

Your Friend

Lukmanul Hakim

Dewan Pimpinan Pusat Laskar Jayakarta, Bang Illo: “Biar Lambat Tapi Pasti”

Panglima DPP Laskar Jayakarta Bang Illo dalam setiap kesempatan soal maksud dan tujuan didirikan organisasi yang didirikannya agar dapat bermanfaat bagi orang banyak. Salah satunya untuk membatu meningkatkan perekonomian anggotanya.
Salah satunya membangun jaringan dengan pihak jaringan telpon XL. Pihaknya membuat rekanan agar DPP Laskar Jayakarta dapat menjadi agen dalam penjualan pulsa elektronik. Kerjasama itu, nantinya para kadernya dapat menjadi pengecer pulsa di masyarakat dan dari situ juga kader memiliki keuntungan secara ekonomis. Laba yang didapat menjadi tambahan dalam biaya kehidupan keseharian.
Baru-baru ini, di Markar Besar DPP Laskar Jayakarta, sekitar pukul 21.00 WIB berdiri tenda nan megah dengan peserta berseragam kebesarannya yang berjejalan penuh sesak. Sedangjan di luar sana deretan parkiran para tamu dan pimpinan di setiap wilayah dan tingkatan memadati jalur dengan kendaraan yang mereka bawa. Riuh rendah suara acara tersebut di mana peserta yang hadir terlihat serius mendengar arahan tunggal dari pembicara Habib Helmy terkait penerangan soal sistem dan manajemen serta teknis menjadi agen dan pengecer pulsa yang bakalan dilakoni oleh para kader laskar.
Senada dengan Habib, kegiatan ini terkait upaya pihak perusahaan XL membangun kerjasama dengan komunitas tertentu untuk membangun jaringan bisnis jual pulsa. Sekitar tiga jam nyaris waktu tanpa putus dengan pemaparan dan diselingi tanya jawab dari peserta semakin serius. Mungkin saja lantaran kegiatan yang menguntungkan dan berpeluang dalam menjadi agen pulsa yang mudah dan harga pulsa yang relativ di bawah standar dari agent yang biasa.
“Kami ingin program ini akan membantu perokonomian mereka. Syaratnya mudah. Pertama menjadi anggota laskar kemudian ikut mendaftar menjadi pengecer dan mendaftar di DPP. Setelah itu mereka memberikan deposit layaknya menjadi agen pulsa di tempat lain. Hanya bedanya mereka lebih mudah, murah dan lebih menguntungkan lantaran model setting handphone akan dibuat seperti layar computer yang selalu online serta banyak manfaat lainnya. Jangan kaget bila yang selama ini mereka tak karuan dan setelah menjadi pengecer akan berubah style hidup dari sebelumnya,” kata Bang Illo kepada SUARA BETAWI.
Terlepas dari proyek bisnis komunitas ini, terdapat agenda besar dari sang owner DPP Laskar Jayakarya, meski terlihat sederhana namun dalam dan luas pesannya. Hal itu menyangkut pergeseran orientasi para pemimpin organisasi massa saat ini dari yang bersifat tertutup, arogan, anarkhis, hingga suka melakukan tindakan yang membuat resah warga kepada pola lain. Beda dengan laskar, ia mengajak perkumpulannya mendorong kemandirian, berpikir cerdas, kreatif, dinamis, maju ke depan, jauh kedepan dan mendidik agar kader dapat maju dan lain sebagainya.
Pasalnya, di tengah konstelasi organisasi massa saat ini dan di bulan ini utamanya terpokus pada urusan iring-iringan bak terbuka dengan ditumpangi massa yang berjejal entah kemana arahnya dan konvoi massa untuk melabrak sesuatu yang katanya dibilang melawan hukum dan bertindak anarkis namun laskar justru mengajak kadernya santun dan memajukan penghasilannya. Kalau bukan dari sang pemegang keputusan tentu sulit untuk mendorong perubahan orientasi cara berpikir kader kepada yang berbauh otak. Kader diajak berbisnis, mengenal teknologi modern hingga menjadi pengusaha kecil-kecilan.
Sejalan dengan itu semua, di institusi penegak hukum tengah ramai bahwa organisasi massa telah diingatkan akan ada pembekuan atau pembubaran organisasi akibat telah tercium aparat lantaran melakukan tindak kekerasan dan tindakan membuat resah di masyarakat. Tak tanggung-tanggung, seperti yang dilaporkan pihak berwajib, mereka telah mengantongi nama-nama organisasi tersebut berikut ulahnya yang kurang santun. Namun sebaliknya, dengan laskar, kini, di bulan puasa, program untuk menjadi pengecer pulsa ditawarkan kepada kadernya. Luar biasa kedengarannya. Bisa jadi pihak berwajib bingung dan tak cepat percaya. Apa ada yang seperti ini. Rupanya memang ada betulan dan hanya di Laskar Jayakarta.
Dari data yang terhimpun, laskar Jayakarta tersebut sekitar tahun 2002 ia berada di bawah DPP Perhimpunan Masyarakat Betawi di bawa pimpinan H Laisyak. Kini laskar, memiliki sejumlah Laksama untuk struktur level tertinggi pada setiap wilayah tingkat dua di Jakarta, Srikandi untuk organ wanita, Garda untuk sayap khusus, dan komanda untuk setiap level ketua di kecamatan. Singkatnya strukturnya terdapat mulai dari DPP hingga mencapai tingkat kelurahan dan desa. Kini laskar tersebar di wilayah Jabodetabek.
Masih soal intern Laskar, lembaga ini dalam menyiarkan aktivitasnya dapat ditemukan dengan media surat kabar yang Anda pegang saat ini dan situs webb site digital. Belum lama, ini laskar telah mengeluarkan album di mana guna mengasah kemampuan kadernya yang tertarik dengan dunia tarik suara. Selain itu, lembaga ini mampu membina kadernya menjadi tim penaggulangan bencana dengan kemapauan terjuan dengan tambang dari gedung berlantai di mana dapat mengebakuasi korban kebakaran dari geduing tinggi. Kemampuan ini sangat dibutuhkan bagi warga Jakarta lantaran banyak korban jiwa yang jatuh akibat seringnya terjadi kebaran. Kemudian dengan pembinaan hukum lewat bantuan hukum.
Terkait dengan seragam laskar yang terbilang berbau militer hal ini lumrah dan wajar karena untuk membedakan dan kebanggaan bagi organiasi massa. Bisa jadi bagi mereka yang hobbi memakai seragam bercorak militer akan menyalurkan mereka ke dunia tersebut. Hanya saja mereka tak perlu dicurigai lantaran di awal telah dikatakan soal kinerja dan kemampauan dan pendekatan di lapangan kepada warga lainnya. Hanya saja soal urusan keamaan mereka tetap berada pada garis di depan dalam membuat lingkungan yang aman dan nyaman bagi kelangsungan masyarakat. Sejalan dengan ketentuan yang berlaku, mereka bekerjasama dengan pihak berwenang dalam membangun suasana tersebut. Tak berlebihan mereka juga, justru paling getol dalam menciptakan suasana yang aman dan nyaman di lingkungan masing-masing. Menarik untuk diperbincangkan, siapa sebenarnya sosok Bang Illo ini, ia pria santun dan bersahaja yang mengayomi anak buahnya. Banyak kesan bila kenal lebih dekat dengan dirinya. Ia tak hanya mampu membangun kekuatan organisasi massa secara rapih dari nol besar hingga mengenalkan teknologi dan naluri berbisnis seperti menjadi penjual pulsa dan lainnya. Dalam Laskar, Bang Illo, sepertinya membuat wadah untuk menyatukan orang banyak untuk satu tujuan, jalan yang bermanfaat. Sesuatu yang tak mudah dilakukan.
Terlebih bagi kader yang telah lama mengikuti dirinya, meski terkadang memakai pakaian resmi laskar, ia tak sedikut pun menunjukkan sikap seorang pemimpin militer yang kaku, keras, kasar dan tak mau merasakan keluhan anak buahnya. Tidak! Ia seorang bapak dari semua anak buahnya yang berjumlah ribuan orang. Tua, muda, remaja dan anak-anak malah hingga anak yatim dan jompo sering mendapat sentuhan finasial darinya.
Masalahnya, dari mana dana itu ia dapat, sentuhan tak hanya diberikan jelang puasa dan acara tertentu. Malah, hanpir setiap saat keluhan anak buahnya yang lagi kepepet uang tunai untuk hajat berobat hingga bantuan untuk acara keluarga tentu tak luput dari bantuannya. Bukan memuji! Ini hasil pantauan yang kami dapat. Aneh juga, padahal seberapa besar sih kantongnya yang didapat dari jobnya di luar Laskar? Kata dia tak lebih dari seberapa rupiah saja padahal bila digunakan dirinya dan keluarganya sebenarnya terbilang tekor namun ia mampu mengelola ini menjadi dapat menutupi mereka yang lagi perlu bantuan.
Ini bukan mengada-ada, hanya sebagai bahasa untuk mengatakan bahwa masih ada orang yang pemimpin dan perduli untuk orang lain dan kita dapat meniru agar dapat berlaku positif seperti ini. Kalau pun banyak para pemimpin organisasi massa melakukan hal serupa mungkin ia tetap terbilang sedikit dari realitas para pemimpin saat ini yang umumnya menjadikan kekuasannya untuk dijadikan alat dalam kepentingan sendiri.
Kembali pada agenda besar laskar, sekilas orang mungkin banyak tak percaya bila laskar memberlakukan konsep seperti ini. Masalahnya, banyak organisasi serupa dibangun hanya untuk gagah-gagahan dan membangun keberadaannya hanya untuk membuat jurang pemisah dengan masyarakat. Ujung ujungnya apa yang menjadi keluhan anak buahnya tak dipikirkan.
Laskar sejatinya ia berpungsi dan melakukan kerja-kerja advokasi layaknya sebuah lembaga swadaya masyarakat atau LSM. Sebut saja program pemberdayaaan dilakukan serti di atas, malah bila fatsun ini dilakoni secara konsisten makan hasilnya akan lebih besar akibat didukung melalui infrastruktur organisasi yang cakap. Laskar dapat diduga bisa menyaingi tawar LSM lain yang hanya dibina beberapa gelitir orang dan tak meyerapk ke bawah. LSM hanya dapat diserap pada tataran produk kebijakannya namun laskar dapat dirasakan kedua-duanya. Instrument dan kebijakannya serta leadership sekaligus.
Bisa jadi jargon jual pulsa eceran, dapat membangun komunikasi lewat media, bantuan hukum, pengayoman terhadap anak buahnya hingga urusan bantuan sepeser besarnya -kalau meminjam istilah orang betawi- merupakan social cost yang amat berharga bagi kelangsungan subuah organisasi yang berada di tengah kota besar seperti Jakarta. Ia dipastikan lebih kuat bertahan dari konstelasi organisasi serupa yang kini berjalan berbarengan namun tak memiliki agenda besar seperti laskar. Laskar mengurus mulai urusan yang sepele hingga urusan besar. Dari urusan membantu orang yang sedang melahirkan orok hingga menciptakan stabilitas keamanan di jantung ibukota negara.
Menariknya ongkos operasional tersebut selalu saja ada jalan keluarnya dalam menutupi kebutuhan tersebut. meski tak dapat dilihat secara jelas, namun buktinyan hingga kini laskar okey-okey saja. Dengan usia yang lumayan lama namun gerakannya tetap berjalan. “Biar lambat tapi pasti,” kata Bang Illo dalam setiap kesempatan ia keluarkan dalam menyakinkan anak buahnya dalam memimpin perahu besar bernama laskar.
Ada hal yang perlu juga disampaikan soal laskar, laskar terbilang menganut organisasi kader. Di mana dibutuhkan soliditas dan loyalitas kader kepada top learder. Model ini harus dibangun sebagai wujud soliditas kader pada pimpinan tertinggi. Model ini tetap tepat untuk membangun hirarki yang utuh dan permanen dalam membangun struktur garis organisasi. Ada mekanisme dan prosedur yang dibuat antara bawahan dan atasan. Pada saat yang bersamaan, terkadang panglima sering ditodong tentang masalah yang harus ia terima sebut saja ada anak buahnya yang mengadu soal keluhan sepele seperti di atas. Kedua model ini sejatinya sulit dilakukan tapi di laskar dapat terjadi.
Kini, laskar tengah diuji dengan program baru, program yang tak berhubungan dengan naluri seorang kombatan tapi ia naluri seorang pedagang. Naluri yang membutuhkan keseriusan dan ketenangan dalam melihat peta bisnis dan peluang serta kecerdasan kognisi dan emosi di kota besar ini. Garapan kedua ini, setidaknya dapat dimulai dengan gerakan yang selembut mungkin untuk maju. Usaha ini, setidaknya telah dimulai dari kultur yang dibina dalam laskar soal tersebut dan dimanfaatkan untuk berbisnis pulsa. Tak berlebihan, kita ulas sedikit tentang sebuah pepatah klasik Negeri Tiongkok. Seberapa jauh jalan yang kita akan tempuh, ribuan dan jutaan mil kita lalui maka tetap saja usaha tersebut dimulai dengan langkah pertama. Nah, tentunya dagang pulsa ini bisa dijadikan sebagai langkah awal untuk mencapai tujuan besar dimaksud. Semoga ye bang.

KH Syafi’i Hadzami Ulama Nasionalis Asal Betawi

KH Syafie Hazdami mungkin tak banyak dari sedikit ulama Betawi yang terang terangan memegang paham politik Sunny. Aliran ini bila disederhanakan dalam peta pemikiran politik Islam yang mengedepan musyawarah dan mufakat serta mengedepankan stabilitas politik nasional. Tokoh-tokohnya adalah Ibnu Taimiyyah dengan karyanya Siyasatussar’iyyah (Politik pemimpin dan rakyat) dan Abu Hasan Almawardi alAhkam Alsulthoniyyah (Kode Etik Politik dalam timbangan agama). Dua tokoh ini oleh banyak orang disebut sebagai jawara arsitek pemikir politik Islam Sunny. Kini telah lahir dari tokoh politik Sunny antara lain seperti Al Maududi, Al Afghani dan Hassan Hanafi. Mereka terakhir mampu mengawinkan paham ini dengan situasi saat ini
Belakangan ada pendapat bila paham politik ini banyak dikaitkan dengan fatsun dalam kandang organisasi besar seperti Nahdlatul Ulama (NU). NU oleh banyak orang menganut system ini. Hal itu dikaitkan dengan kebijakan dan maslahat yang diambil oleh pimpinan nahdiyyin dalam setipa persoalan bersar. Terkadang kadung dengan sikap tersebut oleh banyak orang politik sunny nyaris dibilang sebagai feodal, mendua, tidak tegas, lebih mengutamakan stabilitas, hingga menghindari konfrontasi dan memilih kompromi.
Kembali ke Syafi’ie Hazdami, lalu apa hubungan antara KH Syafi’ie ini dengan aliran politik Islam dan situasi saat ini. Pada suatu pengajian yang dipimpinnya, dirinya menjawab sebuah pertanyaan yang paling menghebohkan dan berani untuk ukuran ulama saat itu. “Yaitu menyangkut kelangsungan sebuah negara yang wajib dipertahankan oleh umat Islam meski kepemimpinannya terbilang sosok yang zhalim.” Dengan kata lain, adanya sebuah rezim Islam itu lebih utama dalam masyarakat muslim walaupun di pimpin oleh seorang yang tak adil ketimbang umat Islam tak memiliki kekuasaan politik sama sekali.
Kalau tidak salah, apa yang penulis dapat dari informasi tersebut memang seperti ini. Namun yang menarik adalah, pendapat diatas menunjukkan bahwa dirinya konsisten dengan pemikiran politik sunny di mana sekitar tahun 1996-1997 ia menegaskan bahwa pemerintahan saat ini terbilang layak dipertahankan dan diatur dalam aturan syariah.
Sebaliknya ulama saat itu banyak yang merapat ke pusat pemerintahan karena pertimbangan tertentu. Selanjutnya, hubungan di akhir pemerintahan Presiden Soeharto pentolan ulama di Sejabodetabek nyaris merapat dan memagari istana meski para ulama itu sebelumnya terlihat bekerjasama di pemerintahan Soeharto. Buntutnya, ulama dan umaro saat ini mengalami masa bulan madu yang amat mesra dan menghapus kesan bahwa umat Islam berada pada garis pinggir.
Terlepas dari sikap menjilat atau bukan pendapat di atas, yang pasti pendapat tersebut murni produk politik pemikiran ulama Sunny yang dibahasakan kembali untuk kontek Indonesia. Namun pertimbangan maslahatnya sangat besar. Dan masa itu nyaris terlukai dengan adanya era reformasi dimana wacana keagamaan baru muncul dan membuka ruang perdebatan hingga menggeser pondasi bagunan pemikiran politik sunni yang telah terbangun lama. Akhirnya, persahabatan antara umaro dan ulama kembali pecah. Ujung-ujungnya terdapat umat Islam yang disebut terrorist dan lainnya. Luka ini masih terasa beberapa masalah yang lahir dari masalah ini pun banyak yang merugikan umat Islam.
Terlepas salah atau benar mereka, saat ini umat Islam sepertinya kembali ke situasi masa tahun 80-an di mana masalahnya sama dengan sebutannya yang beda. Masalah ini, tentu segera dicarikan akar masalahnya agar nasib bangsa ini epat baik dan menjadi baromerter bangsa lain di Asia Tenggara. Kalau pun diusut kebelakang perlu ada tokoh agama yang berani dan pioneer dalam menggasar pemikiran agama yang jitu dan menggiring umat Islam menjadi lebih terhormat dalam status sosial. Dengan harapan agar umat islam ini lebih banyak berperan dan menjadi bagian penting dari bangsa ini.
Sebelumnya, tahun 1973, pendapat serupa muncul dari sosok Nurcholis Majid di Jakarta dan Ulama betawin lainnya yang sepaham suara mereka nyaris mirip dengan ulama yang satu ini hanya Syafi’i kelihata menjadi pioner soal ini. Mereka berpendapat senada dengan KH Syafi’ie Hadzami, hanya teknisnya berbeda namun intinya sama dan pengaruhnya juga sama. Kalangan santri banyak yang naik di pemerintahan dan menjadi pimpinan pentinggi sebuah lembaga. Ini rahmat dan manfaat yang besar bagi bagi kelangsungan bangsa ini. Bangsa dan umat Islam jangan lagi di adu domba kembali dimana sebab yang kedua-duanya bakalan merugi. Jangan sampai deh.
Sebaliknya, saat itu di belahan NKRI bvanyak tokoh dan aktivis gerakan yang berani membuat blok dengan pemerintah pusat. Sementara di Jakarta sebaliknya mencari celah bersama dengan kekuasaan. Apakah fenomena ini cerminan dari konsistyensi dari fatsun politik sunni atau yang lain?
KH Syafi’ie lahir lahir dari seorang pasangan suami istri Muhammad Saleh Raidi dan Ibu Mini yang diberi nama Muhammad Syafi’i pada tanggal 31 Januari 1931 M. bertepatan dengan 12 Ramadhan 1349 H. di kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat. Ayah Syafi’i adalah seorang Betawi asli, sedangkan ibunya berasal adari daerah Citeureup Bogor. Ayahnya adalah seorang pekerja pada perusahaan minyak asing di Sumatera Selatan. Dua tahun kemudian, setelah Syafi’i lahir, ayahnya pulang ke kampung halaman dan tidak pernah kembali lagi bekerja di perusahaan minyak asing. Ayahnya kemudian bekerja sebagai penarik bendi.
Karya-karyanya adalah Taudhihul Adillah yang menjelaskan tentang hukum-hukum syariat berikut dengan dalil-dalil dan keterangan-keterangannya. Sullamul Arsy fi Qiro’atil Warsy yang menjelaskan tentang seluk beluk bacaan bacaan al-Qur’an menurut Imam Warsy, kitab ini disusun pada tahun 1956 M saat dirinya berusia 25 tahun.
Karya lainnya, terpaut permasalahan hukum dan ibadah-ibadah tertentu. Karya-karya jenis ini antara lain, Qiyas adalah Hujjah Syariah (1969 M); Qabliyyah Jum’at; Shalat tarawih; Ujalah Fidyah Sholat (1977 M) dan Mathmah ar-Ruba fi Ma’rifah ar-Riba (1976 M). Dari berbagai sumber.

KH Noer Ali Gelar Kiyai Pemberian Bung Tomo

Gelar pahlawan bisa jadi bukan tujuan hidupnya. Termasuk gelar kiyai haji yang ia sandangnya merupakan pemberian dari Bung Tomo. Saat itu dari podium, Bung Tomo, membakar semangat perjuangan melawan penjajah dengan menyebut nama KH Noer Ali di Bekasi Jawa Barat. Masih kata Bung Tomo, ia sangat muji perjuangannya dan para pengikut KH Noer Ali dalam berjuangan gigih melawan penjajah belanda usai proklamasi Soekarno-Hatta.
Ulama ini amat unik, serba bisa. Ia paling popular disebut sebagai pendiri yayasan attaqwa pusat Ujung harapan, pahlawan kemerdekaan RI, ulama spiritual dan tokoh Partai Masyumi. Di luar itu, ia mahir dalam mengenalkan cara bercocok tanam padi bagi warganya dimana dapat dipanen dua kali setiap tahun, arsitek pembangunan jalan tembus di desanya yang indah bak sketsa kota besar di Eropa, perancang amaliyah dan ibadah praktis, ulama pemersatu, dan ulama ahli diplomasi.
Bagi kalangan ulama saat ini ia tergolong ulama pejuang dan saat ini ia bisa jadi dikenal sebagai pendiri yayasan attaqwa pusat atau lebih dari itu ia pahlawan nasional. Tapi jangan sampai mereka hanya tahun sebuah nama jalan di kali malang saja sebab hal itu hanya mengurangi kita akan pesan dan teladan besar yang ia lakukan untuk kita semua.
Sebagai guru, dirinya memang unik. Diceritakan, KH Noer Ali seusai study di Makkah ia kembali ke Bekasi atau Ujung malang, ia membuka pengajian sebagaimana tokoh agama saat itu lakukan. Pertama dirinya mampu mempersatukan dua Masjid jami di kampungnya yang berdekatan. Pasalnya dua kampung ujung malang itu di pisah dengan areal persawahan. Utara dan selatan. Untuk sholat jum’at dua jamaah masjid itu bergantian untuk sholat Jumat agar jumlah mereka mencapai ukuran yang sesuai dengan syariah. Namun Noerali mampu melobi dua pemuka masjid itu untuk bersatu dengan dibangunkan sebuah masjid jami attaqwa yang lebih besar di areal persawahan.
Sebagai anggota dewan tingkat provinsi asal partai masyumi dan diperbantukan untuk menjadi anggota Konstituante Noer Ali mampu mematahkan argumentasi partai lain lantaran kemampuan logika yang mantap. Semua lawan politiknya dipatahkan bagaikan kilat bdan musuh diam seketika dibuatnya.
Dalam mengajar santrinya, ia mempelopiri mata pelajaran ilmu mantiq atau logika sebuah pelajaran yang belum popular saat itu. Meski ada beberapa pelajaran nahwu dan shorof ia kuasi namun seni berbahasa yang ia miliki tetap amat menyolok. Diceritakan, cara mengajar ilmu logika dan nahwu amat beda. Kalau nahwu serius sedangkan logika terbilang santai. Meski kedua cara ini membuat muridnya segan tak ketulungan.
Dalam berdakwah ia terbilang ulama yang amat menghormati seseorang apapun pangkatb dan latar berlakangnya. Sebut saja pada waktu tahunb 80-an dimana saat itu hubungan umat islam dan pemerintah tegang. Namun sebagai bapak dari orang Bekasi, KH Noer Ali, dalam satu waktu menjadi penceramah giliran dalam sebuah pengajian bulanan di Pemda Bekasi. Saat itu, ia menyebut soal peran serta seorang hansip yang menurutnya amat penting bagi kita semua lantaran kalau tak ada dia maka ibadah umat islam tak akan khusyu. Spontan saja, ucapan itu mendapat tepuk tangan serentak dari pendengar yang rata-rata pegawai di Pemda Bekasi. Bisa jadi, sikap ini yang membuat dirinya selalu dekat dengan umatnya.
KH Noer mampu memadukan akal, pikir dan zikir dalam aktivitasnya yang besar. Bagi penulis bisa jadi dirinya memeliki ketiga unsur tersebut atau yang biasa disebut irfan. Kemampuan ini dapat diasah lewat ibadah yang kuat dan berkelanjutan. Lalu dapat mengungkap tabir pemahaman yang diberikan dari Allah SWT untuk orang tertentu. Untuk ukuran orang saat ini, Irfan itu ukuran ilmu tasawwuf, namun bagi aliran filsafat Islam, Irfan adalah metode berfikir yang mengkombinasikan antara akal fakir dan kekuatan zikir dan pengalaman.
Penggabungan ketiganya menghasilkan kebenaran model irfan yang hanya dimiliki oleh para filosof besar seperti Mullah Sadra dan Suhrawardi. Ulama besar assal Persia, Iran. Pertimbangan ini sengaja dilakukan lantaran pada sosok KH NoerAli dirinya tergolong mapan dalam menguasia ilmu logika, ilmu agama, ketajaman berfikir, aktivis pegerakan yang kaya dengan pengalaman serta kekuatan dalam menjalankan ibadah. Kombisani ketiga ini bukan memandulkan satu di antara mereka tapi memadukan kekuatan diantaaranya. Hasilnya, adalah di mana Allah SWT memberikan kepada dirinya rahasi-rahasi tentang sesuatu yang jarang didapat bagi orang kebanyakan.
Sebutan sebagai pemersatu di kalangan ulama dan masyarakat sering kali didengar sejak penulis masih sekolah di lembaga yang didirikannya. Di kalangan ulama dirinya sering kali berkomunikasi dengan ulama lainnya tampa melihat latar belakangan aliran politik maupun organisasai keagamannya yang dianutnya. Sebut saja, dalam acara maulid Nabi Muhammad yang setiap tahun diiadakan di Ponpes Attaqwa secara besar-besaran ia kerap kali mengundang tokoh KH Idham Cholid yang saat itu menjadi Ketua Umum PBNU dan Muhammad Natsir yang secara amaliah keagamaan mewakili kalangan Persatuan Islam. Dalam menyelesaikan sesuatu persoalan KH Noer Ali mengajak ulama lain terlibat tanpat melihat sebab-sebab perbedaan di antara mereka.
Sedangkan di lokal Bekasi dan Jakarta, KH Noer Ali terlihat sering menggelar forum muzdakarah yang dihadiri para juniornya dalam membahas sesuatu. Meski terlihat para junior mereka merupakan pentolan unsur NU dan Muhammadiyah, atau berbeda secara garis pemikiran namun ia sering melakukan kesimpulan yang dapat diterima forum. Dengan kata lain, upaya persatuan tersebut lebih pada bentuk niat untuk bersatu dalam perbedaan yang ada dalam tujuan tertentu, yaitu pembangunan umat yang masih perlu bimbingan para ulama.
Sedangkan sebutan ulama yang konsisten dan memiliki karakter yang kuat ini terlihat dalam sikapnya dalam mengimbangi kekuatan Orde Baru yang sangat berkuasa. Sebagai ulama yang ihklas, sederhana dan apa adanya ia berhasil dengan baik tanpa ada konflik yang berarti. Keteguhan yang dimaksud adalah, sikapnya yang tidak menjilat pada kekuasaan hanya untuk mengamankan apa yang dilakukan dalam berjuang di masyarakat. Sikap ini beda dengan yang terjadi pada saat itu, nyaris para ulama banyak mendekat dengan kekuasaan lantaran agar dapat posisi atau sekedar tak dicap sebagai eks Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia atau pemberontak sebagaimana sebutan itu lazim diberikan bagi mereka yang menjauh dengan kekuasaan Orba.

Sabtu, 21 November 2009

KH Noer Ali: Pemikiran dan karyanya

KH Noer Ali: Ucapan, Perbuatan dan Karya-karyanya
oleh: Lukmanul hakim SThi

KH Noer Ali pada tahun 2007 lalu mendapat gelar pahlawan nasional asal Jawa Barat dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia dinobatkan sebagai pahlawan lantaran berjasa besar dalam mempertahankan kemederkaan Republik Indonesia dari ini penjajah. Terhitung sejak negara ini diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta hingga tahun 1950. sejak itu, ia berjuang bersama laskar rakyat yang dirikannya untuk mengamankan wilayah Jawa Barat dan sekitarnya dari musuh yang saat itu bernama NICA dan sekutunya.
Di luar itu, masih dalam konteks nasional, ia mendirikan Majelis Ulama Indonesia Jawa Barat yang pada tahun 1975 dinasionalisasi menjadi MUI Pusat dan berkembang di seluruh provinsi. Pada tahun 1985 ia bersama ulama mendirikan badan kontak pondok pesantren Indonesia (BKSPPI) sejenis asosiasi pesantren tingkat nasional yang kini beranggotakan lembaga pesantren di seluruh Indonesia. Pada tahun yang sama ia menggagas konsep dewan kerja masjid (DKM) yang saat ini hampir di setiap Masjid mendirikan DKM padahal belum ada nama yang dipakai dengan nama DKM. Berikutnya ia menggagas soal pengadaan tanah wakaf secara massal yang kontras untuk pandangan ulama saat itu yang memandang pengadaan wakaf hanya orang tertentu yang hanya memiliki tanah atau dana besar. Model ini, di mana warga yang menyumbangkan tanah untuk areal sebuah Masjid umpamanya dapat dicicil pada setiap orang.
Masalah lain yang sangat dirasakan masyarakat Islam umumnya soal penetapan hari libur sekolah di naungan Yayasan Attaqwa, hari raya selalu mengikuti pada ketentuan pemerintah pusat. Inilah warisan budaya keagamaan yang dilahirkan dari gagasannya soal unsur nasionalisme dalam kedidupannya.

Model Pendidikan di Yayasan Attaqwa
Gaya pendidikan di Attaqwa menggunakan sistem modern. Dikatakan modern lantaran menggunakan penjenjangan mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Di dalamnya diajarkan kurikulum berstandar nasional dan Timur Tengah. Model ini dipakai sejak sekolah ini didirikan sejak tahun 1950 di mana sekolah lain yang tergolong pondok pesantren masih memakai sarungan sementara di Attaqwa sudah terbiasa celana dan dasi serta Belajar materi pelajar logika dan bahasa inggris. Sempat dikabarkan sekolah ini bediri sejak kembalinya KH Noer Ali dari Makkah Almukarromah sekitar 1940 namun vakum akibat konsentrasi dalam revolusi fisik.
Saat ini lulusan dari Attaqwa banyak yang meneruskan ke jenjang perguruan tunggi negeri dan swasta, dalam dan luar negeri. Untuk di luar negeri, banyak yang melanjutkan ke Timur Tengah seperti Mesir, Pakistan, Syiria, Madinah, Kuwait, Sudan dan lainnya. Dapat dikatakan bila lulusan Attaqwa banyak yang ke Timur Tengah karena ijazahnya dapat diakui oleh perguruan tinggi tersebut. Hingga kini tercatat ribuan alumni Attaqwa banyak yang berwiraswasta seperti guru, LSM, professional, menjadi pegawai negeri atau lembaga lain yang yang dapat mengembangkan ilmu mereka di lingkungan sekitar.

Kiyai Politik
Awal keterlibatannya dalam kancah politik, KH Noer Ali terpilih sebagai ketua Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) Cabang Kabupaten Bekasi. Pada Pemilu 1955 dirinya terpilih sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat. Melalui suara terbanyak yang diperoleh dalam Pemilu tersebut ia menjadi anggota Konstituante di Bandung dan pada tahun 1959 lembaga ini dibubarkan oleh Presiden Soekarno. Berikutnya, partainya dibubarkan oleh presiden dan KH Noer Ali tak kelihatan lagi berkecimpung dalam pengerus formal kepartaian tertentu hingga akhir hanyatnya.
Kenapa memilih Masyumi bukan partai lain? Bisa jadi Masyumi merupakan lawan dari partai nasionaslis seperti Partai Nasionalis Indonesia dan Partai Komunis Indonesia dan banyak partai kecil yang berideologi nasionalis. Namun Masyumi Partai menggunakan Islam dengan corak nasionalis relijius terbesar di zamannya. Struktur keanggotaannya dibagi menjadi anggota luar biasa dan anggota penuh. Anggota biasa mereka yang berasal dari unsur lain seperti Nahdlatul Ulama, namun ikut menjadi anggota partai Masyumi. Sebaliknya, terbanyak kader Masyumi hanya ikut keanggotaan Partai Masyumi secara totalitas. Salah satunya adalah KH Noer Ali. Puncak kejayaan partai tersebut saat menjadi pemenang kedua terbesar dalam Pemilu pertama tahun 1955. Pandangan akan pesatuan ummat Islam ini dalam sebuah kandang besar bernama partai Islam yang mendorong dirinya untuk menentukan pilihan dalam Partai Masyumi.
Partai Masyumi memiliki corak yang khas, karir perjalannya dibagi menjadi dua blok, sebelum Pemilu 1955 partai ini memegang kendali atas perjalanan demokrasi parlementer-liberal. Boleh dikatakan Masyumi menjadi kampium dalam partai modern dengan jargon nasiolanis relijius secara total. Setelah itu hingga tahun 1959 partai ini menjadi lebih kaku dalam pandangannya dalam bernegara dan soal-soal keislaman. Khususnya terkait dengan Islam dan gerakan separatis PRRI Permesta di Sumatera. Meski terdapat perbedaan pendapat soal ini, Masyumi pernah mengalami penggembosan suara akibat unsur NU yang merupakan kesatuan yang utuh keluar dari Masyumi dan membentuk partai NU secara permanen. Perpecahan itu membuat dugaan melesat di mana asumsi pemenang pada Pemilu 1955 Masyumi bakal menjadi pemenang pertama Juh mengalahkan PNI yang secara incumbent dipimpin oleh Presiden RI, Ir Soerkarno.

Soal Ibadah Praktis
NU dan Muhammadiyah memiliki perbedaan dalam cara pandang dalam ibadah praktis. Hal itu dapat dilihat dalam cara ibadah warga NU dan Muhammadiyah di masyarakat. Sedangkan ibadah yang dilakukan KH Noer Ali nyaris sama dengan kalangan NU. Sebut saja soal tahlil, tawashshul dan ratiban, namun perbedaan ini tak nyaris sama dengan kalangan NU seratus persen. Di lingkugan Attaqwa ia mentradisikan model ibadah praktis yang kaya dan lengkap. Tradisi dilembagakan dalam sebuah kegiatan kerja di lingkungan DKM Attaqwa.
Secara pribadi KH NoerAli merupakan seorang ahli ibadah yang sangat kuat. Ia terlihat ibarat aktivis ‘sosialis’ yang mendedahkan waktu untuk kerja dan voluntir di siang hari dan laksana rahib di malam hari. Kekuatan ibadah yang dijalankan diakui oleh pengikutnya. Produk ibadah teknis yang ia lakukan merupakan hasil bentukannya sendiri dari produk yang telah ada sebelumnya hanya ia sesuaikan dengan lokal di kalangan pengikutnya. Namun, yang paling utama dirinya sangat mengutamakan sholat berjamaah di Masid dengan santri-santrinya.

Memiliki Ilmu Irfan
Banyak pihak yang ingin mengetahui soal kepaiawan KH Noer dalam memadukan akal pikir dan zikir dalam aktivitasnya yang besar. Bagi penulis bisa jadi dirinya memeliki letiga unsure, piker, dzikir dabn pengalaman atau yang disebut dengan Iefan atau ilmu Makrifah. Irfan yang penulis ketahui adalah kemampuan indra mata hati pada dirinya yang diasah lewat ibadah yang kuat setelah itu dapat mengungkap tabir pemahaman yang diberikan dari Allah SWT. Untuk ukuran orang saat ini, Irfan itu ukuran ilmu tasawwuf, namun bagi aliran filsafat Islam, Irfan adalah metode berfikir yang mengkombinasikan antara akal fakir dan kekuatan zikir dan pengalaman. Penggabungan ketiganya menghasilkan kebenaran model irfan yang hanya dimiliki oleh para filosof besar Ilan seperti Mullah Sadra dan Suhrawardi.
Pertimbangan ini sengaja dilakukan lantaran pada sosok KH NoerAli dirinya tergolong mapan dalam menguasia ilmu logika, ilmu agama, ketajaman berfikir, aktivis pegerakan yang kaya dengan pengalaman serta kekuatan dalam menjalankan ibadah. Kombisani ketiga ini bukan memandulkan satu di antara mereka tapi memadukan kekuatan diantaaranya. Hasilnya, adalah di mana Allah SWT memberikan kepada dirinya rahasi-rahasi tentang sesuatu yang jarang didapat bagi orang kebanyakan.

Ulama Pemersatu dan Istiqomah
Sebutan sebagai pemersatu di kalangan ulama dan masyarakat sering kali didengar sejak penulis masih sekolah di lembaga yang didirikannya. Di kalangan ulama dirinya sering kali berkomunikasi dengan ulama lainnya tampa melihat latar belakangan aliran politik maupun organisasai keagamannya yang dianutnya. Sebut saja, dalam acara maulid Nabi Muhammad yang setiap tahun diiadakan di Ponpes Attaqwa secara besar-besaran ia kerap kali mengundang tokoh KH Idham Cholid yang saat itu menjadi Ketua Umum PBNU dan Muhammad Natsir yang secara amaliah keagamaan mewakili kalangan Persatuan Islam. Dalam menyelesaikan sesuatu persoalan KH Noer Ali mengajak ulama lain terlibat tanpat melihat sebab-sebab perbedaan di antara mereka.
Sedangkan di lokal Bekasi dan Jakarta, KH Noer Ali terlihat sering menggelar forum muzdakarah yang dihadiri para juniornya dalam membahas sesuatu. Meski terlihat para junior mereka merupakan pentolan unsur NU dan Muhammadiyah, atau berbeda secara garis pemikiran namun ia sering melakukan kesimpulan yang dapat diterima forum. Dengan kata lain, upaya persatuan tersebut lebih pada bentuk niat untuk bersatu dalam perbedaan yang ada dalam tujuan tertentu, yaitu pembangunan umat yang masih perlu bimbingan para ulama.
Sedangkan sebutan ulama yang konsisten dan memiliki karakter yang kuat ini terlihat dalam sikapnya dalam mengimbangi kekuatan Orde Baru yang sangat berkuasa. Sebagai ulama yang ihklas, sederhana dan apa adanya ia berhasil dengan baik tanpa ada konflik yang berarti. Keteguhan yang dimaksud adalah, sikapnya yang tidak menjilat pada kekuasaan hanya untuk mengamankan apa yang dilakukan dalam berjuang di masyarakat. Sikap ini beda dengan yang terjadi pada saat itu, nyaris para ulama banyak mendekat dengan kekuasaan lantaran agar dapat posisi atau sekedar tak dicap sebagai eks Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia atau pemberontak sebagaimana sebutan itu lazim diberikan bagi mereka yang menjauh dengan kekuasaan Orba.

Pigur Sang Ayah dan Bapak Yang Baik
Sebagai bapak bagi putera puterinya KH Noer Ali tergolong sukses mendididik mereka bagi dalam ekonomi dan pendidikan. Sebagai seorang ‘Bapak’ bagi para pengikutnya ia merupakan sumber bertanya dalam bermasalah kehidupan warganya, mulai unsur agama, pendidikan, pertaniam, lingkungan, politik dan lainnya.
Sebut saja soal pertanian, ia sempat mengajarkan masyarakat tentang cara bercocok tanam padi unggul yang dapat dipanen secara dua kali dalam satu tahun sekitar tahun 1950. Pada waktu itu belum ramai bentuk sosialisasi tentang pengamalan berikut tata cara menanam yang baik. Program ini sukses lantaran ia secara langsung turun ke sawah bersama petani. Terkait dengan penanaman padi, dirinya juga mengerjakan penanamanan pohon jeruk secara besar di lingkungan tanah wakap Attaqwa di Ujung Harapan, hasilnya digunakan untuk pembiyaan pembangunan Masjid Attaqwa.
Sebutan terakhir ini memang jarang tersebar luas, ketimbang figur ulama dan pejuang dalam kiprah KH Noer Ali. Padahal unsur sosial termasuk di dalamnya membangun kampung seperti membuka akses jalan ke Ujungharapan-Teluk Pucung, Ujungharapan-Babelan dan Ujungharapan-Kaliabanag serta jalan kecil seperti gang yang indah meneruak di lingkungan Desa Bahagia Babelan Bekasi. Ide ini berjalan sukses, agar desanya dapat dijangkau dari daerah lain secara dekat.

Karya Karyanya
Karya orsinil yang pernah ditulis antara lain soal buku ajar dalam beberapa bidang studi untuk siswa kelas dasar dan menengah. Sebut saja buku ilmu nahwu, ilmu fiqih, ilmu Tauhid, Mantiq dan tulisan lepas saat dirinya memberi memberikan presentasi dalam sebuah pertemuan dewan guru Attaqwa pada tahun 1970. Buku ajar tersebut sejatinya dipakai untuk panduan belajar bagi siswa di lingkungan Attaqwa pusat dan cabang. Namun, saat ini tak semua yang memakai buku tersebut lantaran kurikulum yang saat ini dikenakan oleh pendidikan Attaqwa secara ketat menerapkan model dari Departemen Agama yang berujung buku paket tersebut kurang dimanati.
Saat ini Yayasan Attaqwa pusat hanya mendokumentasi hasil rekaman lewat kaset pada acara pengajian mingguan, ceramah agama dan lainnya namun belum diturunkjan dalam bentuk tulisan. Di luar itu, ada beberapa buku yang ditulis tentang dirinya seperti KH Noer Ali Ulama Pejuang karya Ali anwar Shomad, Singa Karawang Bekasi karya Muhtadi Muntaha dan puluhan skripsi yang mengulas soal dirinya.

Rabu, 28 Oktober 2009

Alternatif Mengajar Bahasa Asing

Alternatif Mengajar Bahasa Asing


Belajar bahasa asing menjadi suatu kebutuhan saat ini. Namun setelah melewati beberapa waktu dalam proses belajar, seringkali kita merasa bosan dan lelah. Begitu banyak perbendaharaan kata yang harus diingat, belum lagi tata bahasa yang menyertainya. Kejenuhan sangat wajar terjadi. Lalu bagaimanakah cara mengatasi kejenuhan belajar ini?

Seingat saya, pelajaran bahasa Inggris yang diberikan di kelas pada waktu SMP dan SMU berpedoman dengan buku pelajaran yang memuat banyak sekali bacaan dengan banyak kata-kata sulit. Keadaan kelas yang berisi sekitar empat puluh siswa membuat guru tidak memperhatikan siswa satu persatu. Sehingga siswa yang sudah pintar mendapat perhatian dari guru dan menjadi semakin pintar sedangkan siswa yang bodoh akan semakin bodoh dan tidak percaya diri (saya termasuk di dalamnya). Pelajaran Bahasa Inggris menjadi pelajaran menakutkan sekaligus menyebalkan bagi saya.

Pada saat SMU kelas dua, saya memutuskan untuk mengikuti kursus di ILP (International Language Program). Mulai kursus dari tingkat Basic I sampai kemudian lulus tingkat Advanced, saya lalui dalam kurun waktu sekitar dua tahun. Setelah mengikuti kursus, bahasa Inggris saya meningkat, perbendaharaan kata juga bertambah. Saya menjadi percaya diri dan tidak takut menghadapi pelajaran bahasa Inggris di sekolah.


Hal yang menarik pada saat saya belajar bahasa Inggris di ILP adalah daya kreasi guru-guru di sana. Mereka memberikan pelajaran dengan lagu dan permainan.


Kami sering diberi lagu bahasa Inggris, kemudian kami diberi teks lagu yang sengaja dikosongkan di beberapa bagian, kami para siswa diharuskan mengisi teks yang masih kosong, di sini kami belajar kemampuan menyimak. Setelah itu kemudian kami menerjemahkan dan menyanyikan lagu tersebut bersama-sama. Metode seperti ini diterapkan pada siswa tingkat dasar dan menengah. Ketika memasuki tingkat Advanced, kami diberi tugas untuk memaparkan sebuah lagu, arti dan makna yang dikandung dalam sebuah lagu. Tugas ini menjadi tugas individual dan kelompok. Pengajaran dengan lagu diselang-seling dengan pelajaran teori dari buku atau teks-teks bebas.

Guru juga sering sekali memberikan permainan-permainan kreatif yang diikuti oleh peserta kursus dengan gembira. Hal ini membuat saya tidak tertekan dan merasa bersemangat untuk mengikuti pelajaran kursus. Saya juga tidak takut melakukan kesalahan karena itu hanya permainan. Senang sekali. Permainannya dapat berupa teka teki silang, mengacak huruf-huruf dalam suatu kata, tebak kata, menyusun kalimat, dan lain lain. Permainan juga bisa dilakukan secara individu ataupun kelompok. Tidak ada penerjemahan bacaan panjang yang membosankan.

Ketika belajar bahasa Mandarin di universitas, dosen tidak memberikan metode seperti ILP. Jarang atau hampir tidak pernah memberikan lagu untuk kami apalagi permainan. Semua dilakukan dalam situasi kegiatan belajar mengajar yang menakutkan dan menegangkan. Hal ini membuat pelajaran menjadi membosankan. Motivasi yang tinggi dari para siswalah yang membuat mereka masih bertahan untuk meneruskan belajar.

Saat ini ketika menjadi guru, saya sering memikirkan metode apa yang cocok dalam penyampaian pelajaran bahasa Mandarin. Pemberian materi dengan lagu sudah kami berikan suatu waktu. Karakter bahasa Mandarin yang unik dan berbeda dari karakter Latin membuat permainan yang dapat dilakukan dalam bahasa Inggris dan bahasa pengguna huruf Latin tidak dapat dilakukan dalam bahasa Mandarin. Misalnya mengacak huruf dalam suatu kata, mencari kata-kata yang tersembunyi dalam kumpulan huruf, atau permainan teka-teki silang. Dalam bahasa Mandarin, satu kata hanya terdiri dari satu atau dua karakter. Sehingga permainan-permainan semacam itu tidak dapat dilakukan. Permainan yang dapat saya terapkan saat ini adalah menebak kata dengan penjelasan dalam bahasa Mandarin. Itupun terbentur dengan jumlah karakter yang dimiliki siswa. Mengingat bahasa Mandarin memiliki ribuan bahkan puluhan ribu karakter sehingga untuk mengingatnya sangat sulit dan kami belum menemukan cara efektif untuk dapat mengingat karakter-karakter itu dengan cepat, mudah dan menyenangkan. Apakah Anda punya cara lain? Dari berbagai sumber.

Catatan dalam Mengajar Bahasa Inggris

Kendala Pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar
Oleh:
Dra. Rina Listia, MPd
Sirajuddin kamal, SS.,M.Ed.



Abstract




The Indonesian government has acknowledged the importance of English by putting it into the education system for five decades. English has been integrated to secondary school for a long time. The English language is exerting even stronger influence in the modern world and has become an international language. There are also advantages of introducing a foreign language for young learners. The government of Indonesia has therefore set up the policy to introduce English language in primary schools. This policy is optional. It depends on school and community demands. The government does not provide teachers and curriculum. Schools and community are in charge to provide teachers, curriculum and facilities. Teachers are one of the most important parts in the discourse of education and the process of teaching and learning in schools. It was this that interested to research their perceptions of English language teaching for primary students


Keywords: English for young learners, teachers’ perception, teaching constrainst



Pendahuluan


Pengajaran bahasa Inggris di Indonesia sudah dimulai pada saat setelah masa Kemerdekaan Indonesia. Berbagai kurikulum dan metode telah dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai bahasa Inggris. Walaupun demikian hasilnya masih belum dirasakan maksimal dalam membuat siswa dapat berkomunikasi dengan baik melalui bahasa tersebut. Berbagai masalah dan faktor yang melatar belakangi mengapa hasil yang dicapai belum sesuai yang diharapkan.


Salah satu cara pemerintah dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam berbahasa Inggris adalah memperkenalkan bahasa Inggris lebih dini, yaitu dimulai dari Sekolah dasar. Program ini dilaksanakan berdasarkan pada kurikulum 1994 untuk Sekolah Dasar. Secara resmi kebijakan tentang memasukkan pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar sesuai dengan kebijakan Depdikbud RI No. 0487/1992, Bab VIII, yang menyatakan bahwa sekolah dasar dapat menambah mata pelajaran dalam kurikulumnya, asalkan pelajaran itu tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Kemudian, kebijakan ini disusul oleh SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 060/U/1993 tanggal 25 Februari 1993 tentang dimungkinkannya program bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan lokal SD, dan dapat dimulai pada kelas 4 SD (Http:www.depdiknas.go.id/selayangpandangpenyelenggaraanpendidikannasional.) Sekolah mempunyai kewenangan mengenai mata pelajaran bahasa Inggris dimasukkan sebagai salah satu muatan lokal yang diajarkan di sekolah dasar berdasarkan pertimbangan dan kebutuhan situasi dan kondisi baik dari orang tua maupun lingkungan masyarakat itu sendiri. Kebijakan ini membawa dampak yang positif baik bagi masyarakat maupun sekolah yang menyelenggarakan program tersebut. Selama kurun waktu beberapa tahun ini, adanya kecendrungan yang meningkat sekolah melaksanakan program pengajaran bahasa Inggris mulai dari sekolah dasar.

Dalam perkembangannya program ini menghadapi masalah – masalah baik dari sekolah maupun dari guru. Salah satu kendala yang dihadapi adalah tidak tersedianya sillabus khusus mata pelajaran bahasa Inggris. Walaupun sebagai mata pelajaran muatan lokal akan tetapi bahasa Inggris haruslah tetap mempunyai sillabus tersendiri. Pemerintah dalam hal ini kementrian pendidikan nasional bidang dasar dan menengah tidak menyediakan sillabus mata pelajaran bahasa Inggris. Tugas tersebut diserahkan sepenuhnya kepada masing – masing daerah propinsi untuk membuat sillabus tersendiri sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah tersebut. Masalah yang lain adalah metode dan strategi pengajaran oleh guru yang tidak sesuai dengan perkembangan siswa.

Oleh karena itu dalam kesempatan ini kami akan melihat selain kendala yang dihadapi diatas, masalah – masalah apa lagi yang muncul dihadapi oleh guru selama proses pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar dan bagaimana mereka melaksanakan pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar
Metode


Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menguraikan pendapat guru mengenai masalah yang mereka hadapi dalam pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. Hasil data yang diperoleh akan diuraikan secara naratif atau deskriptif sebagai salah satu faktor yang menonjol dari penelitian yang menggunakan metode kualitatif.


Pembahasan

Materi Pengajaran

Hasil data yang diperoleh dari responden menunjukkan suatu kesimpulan bahwa materi pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar haruslah bersifat gembira dan interaktif. Oleh sebab itu materi dan metode yang diberikan harus sesuai dengan perkembangan siswa. Para guru mengatakan bahwa mereka bisa menggunakan lagu, teka teki, permainan dan gambar yang menarik selama proses belajar mengajar tersebut. Dunn (1983) mengatakan bahwa pembelajar muda sangat mudah meningkatkan kemampuan berbahasa mereka melalui permainan yang tepat untuk usia mereka. Akan tetapi tidak semua permainan untuk siswa muda cocok bagi mereka. Oleh karena itu tugas dan kewajiban guru untuk dapat menyeleksi permainan yang cocok buat mereka sesuai dengan tingkat kognitif, fisik, dan emosional anak. Hasil data juga menunjukkan bahwa para guru percaya bahwa buku pelajaran siswa seharusnya penuh warna agar menjadi menarik perhatian dan motivasi siswa itu sendiri. Greene dan Petty (1967) sangat mendukung pendapat ini. Mereka mengatakan bahwa gambar yang berwarna dan interaktif membuat siswa menjadi tertarik dan penasaran sehingga menambah motivasi mereka untuk mempelajari bahan selanjutnya. Ditambahkan pula bahwa siswa akan lebih mudah untuk menghafal kosa kata ketika mereka melihat sesuatu yang menarik. Menurut pendapat Frost (1967) bahwa mental pembelajar muda akan sangat tertarik ketika melihat

objek yang sebenarnya. Objek itupun akan sangat membantu untuk mengembangkan imajinasi mereka.

Ketika para responden ditanyakan apakah selama proses pembelajaran di kelas mereka menekankan pada pendekatan keahlian bahasa yang terpadu atau hanya menekankan pada satu atau beberapa aspek tertentu saja. Hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa mereka sendiri mempunyai pendapat yang berbeda. Saya pikir perbedaan mereka ini dikarenakan keterbatasan bahan pengajaran dan metode dari responden.

Pada umumnya guru berpendapat bahwa penekanan bahan pengajaran haruslah dibatasi hanya untuk aspek tertentu. Hal ini disebabkan waktu yang disediakan sangat terbatas dan jumlah siswa sangat banyak. Akan tetapi menurut peneliti sendiri dengan menekankan kemampuan siswa pada aspek tertentu maka hasil yang akan diperolh tidaklah maksimal. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Green dan Pretty (1967) bahwa tujuan pembelajaran bahasa haruslah menekankan pada seluruh kemampuan bahasa tersebut. Pembelajaran menulis, membaca, berbicara, dan menyimak haruslah diajarkan secara terpadu.

Tujuan Pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa para responden menyatakan bahwa pengenalan bahasa Inggris di sekolah dasar sangat penting. Ada beberapa alasan yang melatar belakangi program ini harus terus dilanjutkan. Alasan yang pertama ialah bahasa Inggris adalah suatu bahasa yang sangat penting dalam dunia internasional khususnya di era globalisasi sekarang ini. Bahasa Inggris dipergunakan sebagai media komunikasi dengan orang lain dari berbagai negara. Menurut pendapat Crystal (2003) bahwa bahasa Inggris tersebar dan dipergunakan hampir seperempat penduduk dunia dan terus akan berkembang menjadi satu setengah trilyun pada awal tahun 2000 an ini. Alasan kedua ialah dengan menguasai bahasa Inggris maka orang akan dengan mudah masuk dan dapat mengakses dunia informasi dan teknologi. Dengan pengenalan bahasa Inggris di sekolah dasar maka siswa akan mengenal dan mengetahui bahasa tersebut lebih awal. Oleh karena itu mereka akan mempunyai pengetahuan dasar yang lebih baik sebelum melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Menurut pedoman garis besar pendidikan dasar di Indonesia, tujuan pendidikan dasar di Indonesia ialah mempersiapkan lebih awal siswa pengetahuan dasar sebelum melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. (Website Departemen Pendidikan Nasional, 2004). Alasan yang terakhir adalah bagi orang tua dan guru dapat memberikan bekal bagi siswa bahwa dengan menguasai bahasa Inggris maka bisa memberikan kesempatan yang lebih terbuka untuk mengembangkan diri guna memperoleh kesempatan yang lebih baik menghadapi persaingan lapangan kerja dan karir di masa yang akan datang. Oleh karena mngutip pendapat Pennycook (1995:40) bahwa bahasa Inggris telah menjadi suatu alat yang sangat menentukan bagi kelanjutan pendidikan, pekerjaan serta status sosial masyarakat.

Akhirnya kesimpulan utama alasan pengajaran bahasa Inggris diadakan di sekolah dasar ialah untuk memberikan pengetahuan penguasaan kosa kata yang banyak sehingga apabila siswa melanjutkan jenjang pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi mereka tidak akan mengalami kesulitan . oleh krena itu fokus utama dalam pengajaran bahasa Inggris ini menurut responden ialah penguasaan kosa kata. Dengan menguasai kosa kata yang banyak maka para siswa dapat dengan mudah menguasai keterampilan bahasa yang lain.

Masalah – Masalah Yang dihadapi Guru dan Bagaimana Mereka Mengatasinya.

Keahlian Profesi

Dari data yang diperoleh para guru menyatakan rasa percaya dirinya bahwa mereka layak dan mempunyai keahlian profesi untuk mengajarkan bahasa Inggris di sekolah dasar. Pada umumnya responden telah mempunyai kualifikasi pendidikan bahasa Inggris dan melalui pelatihan serta kursus bahasa Inggris. Hal ini penting dan sesuai yang dikemukakan oleh Brook (1967) bahwa seorang guru bahasa Inggris di sekolah dasar haruslah mempunyai keahlian dalam bahasa Inggris atau telah mengikuti pelatihan untuk mengajar siswa di sekolah dasar. Walaupun demikian saya sendiri berpendapat bahwa mereka masih harus meningkatkan kemampuannya khususnya dalam hal memahami kebiasaan anak dalam belajar bahasa asing. Oleh karena itu pelatihan atau lokakarya masih sangatlah mereka butuhkan. Di sisi yang lain perhatian pemerintah, sekolah dan masyarakat haruslah ditingkatkan khususnya mengenai status guru honor sehingga program ini bisa berlangsung dengan baik.
Pelaksanaan Pengajaran di Ruang Kelas

Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa para responden umumnya mempunyai masalah mengenai pelaksanaan pengajaran di kelas. Mereka semua mengharapkan terjadi suasana yang menyenangkan selama mereka mengajar. Apa yang terjadi jauh dari harapan mereka. Dalam pengajaran bahasa jumlah siswa seharusnya dibatasi. Akan tetapi kenyataannya bahwa di dalam kelas terdapat 40 orang atau lebih siswa sehingga tidak menciptakan suasana yang ideal. Namun demikian hal tersebut senearnya bisa diatasi dengan membagi siswa menjadi bebarapa kelompok atau membagi mereka dengan kerja berpasangan. Johnson (1994:185) mengatakan bahwa ada tiga kelebihan membagi siswa menjadi perkelompok:
Menciptakan suasana interaksi antara siswa dengan siswa
Merubah budaya siswa dari kerja individu menjadi kerja dalam satu kelompok.
Membuat suasana yang lebih variatif sehingga membuat siswa bisa menunjukkan kemampuannya secara maksimal.

Ahli lain, Dunn (1983), berpendapat bahwa dalam satu kelas sebaiknya dihuni antara 12 sampai 20 siswa. Untuk siswa sekolah dasar biasanya memerlukan perhatian yang lebih. Siswanya mengharapkan agar mereka bisa lebih diperhatikan secara individu mengingat usia mereka yang masih muda.ketersediaan buku pelajaran bagi guru dan siswa juga merupakan faktor penunjang kesuksesan program ini. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa semua guru memakai buku pelajaran sebagai penuntun mereka dalam memberikan materi pengajaran. Tetapi beberapa guru mengalami masalah karena kurang tersedianya buku pelajaran bagi mereka. Tidak semua siswa mempunyai buku pelajaran sehingga meeka harus berbagi dengan siswa lain. Dari hasil observasi di sekolah lain ditemukan bahwa ketersediaan buku pelajaran hanya terdapat di sekolah swasta yang kualitasnya sangat bagus. Masalah tersebut di atas juga ditambah dengan guru tidak mempunyai pedoman buku mana yang layak serta memenuhi standar untuk dipergunakan sebagai materi pembelajaran di kelas.

Ketidaktersediaan buku pelajaran di sekolah dapat menghambat atau menurunkan motivasi siswa dan guru. Slah satu cara mengurangi masalah tersebut ialah dengan memberikan materi yang sangat mereka kenali sebelumnya. Sebagai contoh bahan pelajaran yang berkaitan dengan kegiatan mereka sehari – hari, tanggal, buah – buahan, binatang dan benda – benda yang ada di rumah serta sekolah. Salah satu hal yang mendukung ialah Ratte (1967:279) yang mengatakan pembelajaran bahasa asing akan sangat berguna apabila bahan pengajaran berkaitan dengan hal – hal kegiatan sehari – hari, atau nmenggunakan media yang sesungguhnya sehingga meningkatkan rasa ingin tahu siswa serta motivasi belajarnya. Pendapat lain dari Hamalainen (1967) yang mengatakan bahwa cara untuk meninkatkan motivasi siswa dalam belajar ialah dengan menggunakan media pengajaran yang tepat misalnya film, gerakan tubuh, globe, gambar tape recorder.

Hal lain yang penting diperhatikan ialah masalah penempatan meja dan kursi di kelas. Pada kelas tradisional siswa biasanya duduku di bangku yang berbaris dan guru menerangkan pelajaran di depan kelas. Dalam situasi seperti ini hasil yang diharapkan tidak maksimal. Oleh karena itu sekolah dan masyarakat saling membantu untuk menyediakan fasilitas kelas yang baik sehingga kegiatan siswa di kelas dapat berlangsung lancar. Dunn (1983) mengatakan penempatan meja dan kursi di kelas harus bisa di atur sedenikian rupa sehingga interaksi siswa dengan guru dan siswa dengan siswa dapat berlansung dengan baik.

Partisipasi Sekolah dan Masyarakat

Dari hasil data yang didapat umumnya responden menyatakan ketidakpuasannya berkaitan dengan partisipasi sekolah dan masyarakat. Guru umumnya menyatakan sekolah seharusnya bertanggungjawab pada pemenuhan peralatan dan sarana pengajaran di sekolah. Selain itu juga ketidakjelasan status guru tersebut di sekolah. Kebanyakan responden berstatus guru tidak tetap atau guru honor. Sehingga kesejahteraannya agak terbaikan. Mereka harus mengerjakan pekerjaan lainnya selain mengajar. Dari pihak guru sendiri mereka bisa berhenti mengajar apaila ada tawaran yang lebih menjanjikan dari pihak lain. Apabila terjadi hal demikian maka kelangsungan program ini akan menjadi tanda tanya.

Masalah lainnya adalah kekurangan media pengajaran. Para guru harus mempersiapkan media pengajarannya yang secara tidak langsung menambah pengeluaran mereka sendiri. Meskipun demikian guru tersebut sangat senang mengajar siswanya. Kewajiban sekolah sebenarnya yang bisa menyediakan suasana pengajaran yang ideal. Kekurangan lainnya adalah tidak adanya fasilitas laboratorium bahasa dan perpustakaan yang memenuhi standar di sekolah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari data yang diperoleh dan sudah dibahas pada bagian sebelumnya maka dapat didapat empat kesimpulan utama: Pertama, para guru yakin bahwa dengan memberikan materi pengajaran yang baik bisa meningkatkan hasil yang positif terhadap siswa. Mereka berpendapat bahwa siswa akan lebih senang belajar dan termotivasi apabila materi yang diajarkan mengenai kejadian sehari – hari mereka, waktu, musim, benda – benda yang ada di sekolah dan di rumah. Apalagi materi tersebut membuat mereka gembiradan interaktif. Hal tersebut didapatkan apabila materinya melalui lagu, teka – teki, permaianan cerita dan gambar. Kedua, program pelaksanaan pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar sangat baik sekali sebagai tahap pengenalan bahasa asing sebelum mereka melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Kesimpulan yang ketiga ialah mengenai profesi kependidikan guru, para responden menyatakan kelayakan dalam mengajarkan bahasa Inggris di sekolah dasar. Namun demikian karena hanya lima responded yang bisa diwawancarai maka peneliti tida bisa memberikan generalisasi mengenai hal tersebut. Masalah yang lebih banyak terdapat pada bagian pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas. Ada dua alasan utama penyebab terjadinya masalah tersebut. Yang pertama ialah kelemahan guru dalam hal menangani masalah siswa di kelas. Yang kedua adalah ketersediaan sarana yang terbatas dari pihak sekolah. Oleh karena itu guru merasa bahwa keterlibatan pihak sekolah dan masyarakat belum banyak membantu pelaksanaan program ini. Sehingga para guru sangat mengharapkan keterlibatan pihak sekolah dan masyarakat khususnya orang tua dalam menyukseskan program pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar melalui penyediaan sarana dan fasilitas yang cukup buat guru dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut.
Saran – Saran

Walaupun selama pelaksanaan program ini banyak mengalami hambatan akan tetapi masih dipercaya bahwa program pengajaran bahasa Inggris untuk siswa di sekolah dasar akan tetap dilanjutkan apabila beberapa hal bisa diperbaiki maupun ditingkatkan. Hal yang pertama yang harus dilakukan ialah meningkatkan pengetahuan dan keahlian guru dalam hal menangani kelas dan siswa karena siswanya masih sangat muda oleh karena itu mereka harus diperlakukan sebagaimana mestinya walaupun sebagian besar mereka sudah mempunyai kualifikasi yang baik. Selain itu para guru juga dalam proses belajar mengajarnya harus lebih banyak menggunakan media pembelajaran yang tepat bagi siswa sekolah dasar. Oleh karena itu sangat diharapkan partisispasi yang lebih banyak dari pihak sekolah dan masyarakat khususnya para orang tua untuk menyediakan media pengajaran serta sarana penunjang pembelajaran bahasa asing di sekolah. Yang terakhir ialah perlu kiranya penelitian ini dilanjutkan ke skala yang lebih luas sehingga kita semua memperoleh gambaran yang sebenarnya pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar khususnya di wilayah Kalimantan Selatan.


DAFTAR PUSTAKA



Andersson, Theodore. (1967), “The Optimum Age of Beginning the Study of Modern Languages”. In Levenson, S and Kendrick, W (Eds), Readings in Foreign Languages for the Elementary School, Blaisdell Publishing Company, the United States of America.


Andersson, Theodore. (1969), Foreign Languages in the Elementary School; a Struggle Against Mediocrity, University of Texas Press, San Antonio.


Berg, Bruce Lawrence. (1998), Qualitative Research Methods for the Social Sciences, Allyn and Bacon, Boston.


Brooks, Nelson. (1967), “The Meaning of FLES”. In Levenson, S and Kendrick, W (Eds), Readings in Foreign Languages for the Elementary School, Blaisdell Publishing Company, the United States of America.


Bryman, Alan. (2001), Social Research Methods, Oxford University Press, New York.


Clyne Michael … [et al.]. (1995), Developing Second Language from Primary School : Models and Outcomes, National Languages and Literacy Institute of Australia, Deakin


Crystal, David. (1997), English as a Global Language, Cambridge University Press, New York.


Cummins, Jim. (1994), “Knowledge, Power, and Identity in Teaching English as a Second Language”. In Genesse Fred (Eds), Educating Second Language Children: the Whole Child, the Whole Curriculum, the Whole Community, Cambridge University Press, the United States of America.


Dardjowidjojo, Soenjono. (2002), “Academic and Non-academic Constraints in the Teaching of English in Indonesia”. In Syahid, A., Al-Jauhari, A. (Eds), Bahasa, Pendidikan, dan Agama, Logos Wacana Ilmu, Jakarta.


Denzin, Norman K, Lincoln, and Yvonna S. (Eds). (2000), Handbook of Qualitative Research, (2nd ed), Sage Publication, California.


Depdiknas, Http:www.depdiknas.go.id/selayangpandangpenyelenggaraanpendidikannasional. “Assessed 3 March 2004”.


Dunn, Opal. (1983), Beginning English With Young Children, the Macmillan Press Limited, London.


Dunn, Opal. (1984), Developing English With Young Learners, the Macmillan Press Limited, London.

Emmitt, Marie and Pollock, John. (1997), Language and Learning: an Introduction for Teaching, (2nd edn), Oxford University Press, Australia.


Jazadi, Iwan. (2004), “ELT in Indonesia in the Context of English as a Global Language”. In Cahyono, Y. B and Widiati, Utami (Eds), The Tapestry of English Language Teaching and Learning in Indonesia, State University of Malang Press, Indonesia.


Kamal, Sirajuddin. (2004), English Language Teaching in Primary Schools in Indonesia, Unpublished Master’s Thesis, Monash University, Melbourne.


Lancy, David F. (1993). Qualitative Research in Education: an Introduction to the Major Traditions, Longman, New York.


Luciana. (2004), “Teaching and Assessing Young Learners’ English: Bridging the Gap”. In Cahyono, Y. B and Widiati, Utami (Eds), The Tapestry of English Language Teaching and Learning in Indonesia, State University of Malang Press, Indonesia.


Mantiri, Oktavian. (2004), “Problematic Issues of ELT in Indonesia”. In Cahyono, Y. B and Widiati, Utami (Eds), The Tapestry of English Language Teaching and Learning in Indonesia, State University of Malang Press, Indonesia.


Maykut, P and Morehouse, R. (1994), Beginning Qualitative Research: A Philosophic and Practical Guide, Falmer Press, London.


Merriam, Sharan B. (1998), Qualitative Research and Case Study Applications in Education, Jossey-Bass, San Francisco.


Pennycook, A. 1995, “English in the World/The World in English”. In J. Tollefson (Ed), Power and Inequality in Language Education, Cambridge University Press, Cambridge.


Priyono. (2004), “Logical Problems of Teaching English as a Foreign Language in Indonesia”. In Cahyono, Y. B and Widiati, Utami (Eds), The Tapestry of English Language Teaching and Learning in Indonesia, State University of Malang Press, Indonesia.


Ratte‘, H. Elizabeth. (1967), “Foreign Language in the Elementary School”. In Harding, W. Lowry (ed), Guiding Children’s Language Learning, Wm. C. Brown Company, Iowa.


Tough, Joan. (1985), Talk Two: Children Using English as a Second Language in Primary Schools, Onyx Press, London. Dari berbagai sumber.

Cara Mengajar Bahasa Inggris

Artikel:
BAGAIMANA MENINGKATKAN MUTU HASIL PELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum.
Nama & E-mail (Penulis): Diba Artsiyanti Ediyana Putri
Saya Guru di PIKMI Ganesha
Tanggal: 2 Maret 2002
Judul Artikel: BAGAIMANA MENINGKATKAN MUTU HASIL PELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH
Topik: Pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah

Artikel:
Diba Artsiyanti E.P. , S.S.

Kemampuan berbahasa Inggris merupakan salah satu kemampuan yang sangat menentukan dalam memperoleh lapangan kerja akhir-akhir ini. Fenomena inilah yang mendasari munculnya berbagai macam kursus Bahasa Inggris di seluruh wilayah Indonesia. Terlepas dari bagaimana sesungguhnya mutu dari kursus-kursus Bahasa Inggris yang ada di Indonesia ini, tersirat suatu keadaan yang memprihatinkan yaitu kurang baiknya mutu hasil pengajaran Bahasa Inggris di sekolah-sekolah.

Mengapa penulis mengambil kesimpulan demikian? Tentunya bukan tanpa dasar. Secara logika, kita dapat mengajukan argumentasi bahwa tidak mungkin kursus-kursus Bahasa Inggris sedemikian menjamurnya di Indonesia jika hasil pengajaran Bahasa Inggris di sekolah ternyata memuaskan. Jika demikian halnya, maka kursus Bahasa Inggris yang ada hanyalah yang ditujukan untuk kepentingan-kepentingan khusus seperti untuk memperoleh sertifikat TOEFL, IELTS, dan lain-lain serta bukan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari. Tapi kenyataannya, mayoritas kursus Bahasa Inggris yang ada adalah yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari, bukan untuk tujuan-tujuan lain.

Keadaan ini tentunya menimbulkan masalah. Bagi para siswa yang datang dari keluarga menengah ke atas, masalah kesulitan berbahasa Inggris ini dapat diatasi dengan mudah. Mereka tinggal menunjuk kursus Bahasa Inggris mana saja yang mereka suka dan mulai belajar. Tetapi, bagaimana halnya dengan para siswa yang berasal dari kalangan bawah? Hal ini tentunya merupakan kesulitan tersendiri karena, kadang-kadang, jangankan untuk membayar uang kursus, untuk makanpun mereka masih harus mencari uang selepas sekolah. Lalu apa dampaknya? Tentu sangat jelas. Karena perusahaan-perusahaan papan atas yang ada di negara ini selalu mencantumkan persyaratan kemampuan berbahasa Inggris sebagai salah satu syarat untuk menjadi karyawan di perusahaan tersebut, maka hilanglah kesempatan para siswa yang berasal dari kalangan bawah ini untuk dapat masuk ke wilayah kerja yang dapat memberikan penghasilan yang lebih besar. Mereka akhirnya hanya dapat bekerja di perusahaan-perusahaan kecil yang tidak mensyaratkan kemampuan berbahasa Inggris dengan gaji yang sangat jauh tingkatannya dengan perusahaan asing. Dengan demikian, taraf kehidupan mereka tentunya tidak akan jauh berbeda dengan taraf kehidupan orang tua mereka sebelumnya.

Dengan memandang alasan-alasan tersebut di atas, apakah kita sebagai guru Bahasa Inggris tidak tergerak untuk berupaya meningkatkan kemampuan siswa berbahasa Inggris melalui pelajaran Bahasa Inggris di sekolah? Sebagai kalangan yang sering disebut-sebut sebagai Pahlawan tanpa Tanda Jasa, sangatlah tidak layak jika kita ingin dianggap sebagai pahlawan tetapi tidak berupaya untuk memajukan siswa-siswa kita. Di tengah-tengah munculnya fenomena segelintir guru-guru yang mengejar materi untuk kepentingan pribadi dengan memanfaatkan muridnya, marilah kita usik kembali jiwa pengabdian kita untuk berupaya meningkatkan hasil pengajaran Bahasa Inggris di sekolah agar siswa-siswa kita yang berasal dari kalangan bawah tidak semakin terpuruk dan tidak akan kalah dari siswa-siswa lain yang berasal dari kalangan berada.

Masalah-Masalah yang Timbul dalam Pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Jika kita renungkan lebih dalam, adalah hal yang sangat luar biasa bahwa siswa yang telah belajar Bahasa Inggris selama minimal 6 tahun (sejak SMP) setelah lulus SMA masih tidak dapat berbicara dalam Bahasa Inggris, bahkan untuk memperkenalkan diri sendiri sekalipun. Disebut luar biasa karena jika siswa tersebut mengikuti kursus general english di suatu lembaga kursus dalam waktu yang sama, maka dapat dipastikan siswa sudah sangat mampu berbincang-bincang dalam Bahasa Inggris, bahkan mungkin sudah dapat memahami Bahasa Inggris untuk tingkatan drama, puisi, dan lain-lain. Jadi, mengapa hal ini bisa terjadi?

Berdasarkan hasil pengisian kuestioner yang penulis pernah buat pada tahun 1996 untuk tugas kuliah, terdapat beberapa masalah yang, menurut para siswa, menghambat mereka untuk menguasai Bahasa Inggris. Masalah-masalah tersebut adalah:

1. Jarangnya guru berbicara dengan Bahasa Inggris di dalam kelas. Hal ini dirasakan menghambat oleh para siswa karena menurut mereka, mereka jadi tidak terbiasa mendengar orang lain berbahasa Inggris.
2. Pelajaran terlalu ditekankan pada tata bahasa (dan bukan pada percakapan), tetapi siswa jarang diberi arahan mengenai bagaimana dan apa fungsi dari unsur-unsur tata bahasa yang mereka pelajari tersebut.
Berdasarkan hasil kuestioner dan hasil tes pada para siswa, terlihat bahwa rata-rata siswa menguasai pola-pola tata bahasa Inggris (misalnya struktur untuk simple present tense, dan lain-lain) tetapi, SISWA TIDAK MENGETAHUI KAPAN STRUKTUR TERSEBUT HARUS DIGUNAKAN DAN BAGAIMANA PENGAPLIKASIANNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI. Ini merupakan hal yang sangat luar biasa karena Bahasa Inggris, sama halnya seperti Bahasa Indonesia, akan lebih bermanfaat jika dapat digunakan dan diaplikasikan meskipun secara tata bahasa siswa tidak terlalu menguasainya. Bukan berarti bahwa pembelajaran tata bahasa ini tidak penting, tetapi perlu sekali teori-teori tersebut dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
3. Kosa kata yang diajarkan tidak terlalu berguna dalam percakapan sehari-hari. Banyak siswa yang mengeluhkan bahwa kata-kata yang diberikan oleh guru Bahasa Inggris di sekolah terlalu bersifat teknis, misalnya mengenai industrialisasi, reboisasi, dan lain-lain, sementara siswa tetap saja mengalami kesulitan untuk mengartikan kata-kata yang banyak digunakan pada film, majalah, dan situs-situs internet berbahasa Inggris. Bahkan kadang-kadang, siswa sangat hapal istilah-istilah Bahasa Inggris untuk bidang politik (seperti misalnya reformation, globalization, dan lain-lain) tetapi tidak dapat menyebutkan benda-benda yang biasa mereka pakai sehari-hari dalam Bahasa Inggris (misalnya celengan, selokan, dan lain-lain). Beberapa kalangan siswa bahkan mengatakan bahwa dengan kosa kata seperti yang dipelajari di sekolah tidak mungkin siswa dapat memulai percakapan dengan orang asing dengan menggunakan Bahasa Inggris. Mungkin ada benarnya juga, tidak mungkin tentunya kita tiba-tiba mengajak orang yang baru kita kenal untuk mendiskusikan industrialisasi, misalnya.
4. Materi pelajaran Bahasa Inggris di SMP dan SMU tidak berkesinambungan Para siswa menyatakan bahwa sering terjadi pengulangan materi (seperti misalnya tenses) yang telah diajarkan di SMP di tingkatan SMU, tetapi tetap saja fungsi dan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari kurang jelas.

Jadi, sebagai seorang guru Bahasa Inggris, apa yang dapat kita lakukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut? Banyak tentunya, karena diakui atau tidak, gurulah yang memegang kendali dalam pengajaran. Yang jelas, kita tidak boleh hanya menyalahkan pihak pemerintah (yang membuat kurikulum) saja tetapi akan lebih baik jika kita mengintrospeksi diri sendiri dan lebih menggali lagi potensi kita untuk mencari pendekatan yang lebih berhasil dalam mengajarkan Bahasa Inggris pada siswa di sekolah.

Kesimpulan dan Saran
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa masih banyak kendala yang harus dihadapi dalam upaya meningkatkan mutu hasil pengajaran Bahasa Inggris di sekolah. Untuk itu, penulis memiliki beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi para sesama pengajar Bahasa Inggris di Indonesia.

1. Selalu pertahankan kemampuan kita bercakap-cakap dalam Bahasa Inggris agar kelancaran berbahasa tetap terjaga. Hal ini perlu karena dapat memotivasi murid-murid kita untuk dapat berbicara dengan lancar. Mungkin sulit sekali jika kita tidak pernah bertemu dengan orang yang juga dapat berbahasa Inggris. Oleh karena itu, penulis memiliki usul agar para guru Bahasa Inggris ini memiliki semacam klub (conversation club) untuk ajang bertemu dan bertukar pikiran antar sesama guru Bahasa Inggris di wilayah yang sama. Dengan demikian, keahlian kita dalam menggunakan Bahasa Inggris akan selalu tetap terjaga.
2. Selalu menekankan fungsi dan aplikasi dari semua unsur tata bahasa yang kita terangkan kepada siswa. Pastikan bahwa siswa benar-benar mengerti kapan mereka harus menggunakan struktur tersebut.
3. Berikan tambahan kosa kata yang akan bermanfaat untuk percakapan sehari-hari pada siswa dan perkenalkan siswa dengan majalah-majalah remaja berbahasa Inggris agar mereka menjadi gemar membaca dan memperoleh banyak tambahan kosakata dari majalah tersebut. Dengan demikian, siswa akan percaya diri jika harus bergaul dengan remaja asing yang berbahasa Inggris.
4. Meskipun kita tidak memiliki kekuasaan untuk mengubah kurikulum, setidaknya pastikan bahwa pengulangan materi yang kita berikan merupakan pendalaman mengenai apa yang sudah dipelajari siswa dan bukan hanya mengulang tetapi tidak membuat siswa semakin bisa menerapkannya.

Demikian beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat untuk kita semua. Penulis akan merasa sangat senang jika artikel ini dapat menjadi pembuka forum tukar pendapat untuk para guru Bahasa Inggris. Semoga apa yang telah dipaparkan di atas memberikan manfaat bagi kita semua.

Saya Diba Artsiyanti Ediyana Putri setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .

CATATAN:
Artikel-artikel yang muncul di sini akan tetap di pertanggungjawabkan oleh penulis-penulis artikel masing-masing dan belum tentu mencerminkan sikap, pendapat atau kepercayaan Pendidikan Network. Dari berbagai sumber.

Profil Lukmanul hakim

Nama Lengkap : Lukmanul Hakim S ThI
Tempat tanggal Lahir : Bekasi 24 Februari 1975
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Kebangsaan : Islam
Alamat : Jl. Pertamina Kampung Kedaung Desa Kedung Jaya RT 02 RW 04, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat
Nomor Kontak : (Hp) 085693161331
Email : lukmanul_2005@yahoo.com.au


Karir Pendidikan : SDN Pelita Hati Bekasi (lulus 1987)
MTs Attaqwa (Ponpes Attaqwa Bekasi) (1990)
MA Attaqwa (Ponpes Attaqwa Bekasi)(1993)
S1 IAIN Susqa Pekanbaru Riau (Fak. Ushuluddin Tafsir Hadis) (2003)
Kursus di LIA Pekan baru (2001)
Kini mahasiswa S2 Univ. Paramadina Jakarta (Jurusan Filsafat Islam) (2007- sekarang)

Karir Organisasi : Ketua Umum Osis MA Aliyah (1993)
Ketua Senat Mahasiswa Fak Ushuluddib IAIN Susqa P Baru (2000)
Ketua Parlemen Mahasiswa IAIN Susqa P baru (2001)
Menteri Luar Negeri Pada Kabinet Mahasiswa (KMR), Pemerintahan Mahasiswa(DEMA) IAIN Susqa Pekanbaru (2002)
Ketua Presedium Sidang Kongres Mahasisawa Riau Se Nusantara (2002)
Pengurus IPNU Cabang Pekanbaru
Ketua HMI Cabang Pekanbaru
Anggota Garda Bangsa PKB Riau (2001)
Penasehat Karang Turuna Cipta Jaya (2007-2012)
Pengurus KNPI Kabupaten Bekasi (2008-2011)
Ketua DPAC PKB Kecamatan Babelan, Bekasi (2008-2013)

Karir Pekerjaan : Redaktur Tabliod Pondasi Riau (2002)
Wartawan Harian Terbit (2005)
Redaktur Majalah “bisnis” ADINFO Jakarta (2006)
Asisten Kelapa Kantor Berita Bernama di Jakarta (2006)
Pimred Tabliod Jayakarta Plus (2007- sekarang)
Redaktur Tabloid disparitas (2007-sekarang)
Caleg dari PKB dapil IV, Kabupaten Bekasi tahun 2009
Ketua MWC Nahdlatul Ulama Kecamatan Babelan 2009-2013
Karya Tulis : Di surat kabar harian Riau Pos, Harian Terbit, Tabloid Pondasi dan lainnya. Sering merensi buku saat menjadi mahasiswa dan diresenii di- Tabloid Pondasi.
Jakarta, 16 Maret 2008

Selasa, 20 Oktober 2009

Persahabatan Agama dan Filsafat

Oleh: Muh. Adlani
"Agama dan filsafat memainkan peran yang mendasar dan fundamental dalam sejarah dan kehidupan manusia. Orang-orang yang mengetahui secara mendalam tentang sejarah agama dan filsafat niscaya memahami secara benar bahwa pembahasan ini sama sekali tidak membicarakan pertentangan antara keduanya dan juga tidak seorang pun mengingkari peran sentral keduanya. Sebenarnya yang menjadi tema dan inti perbedaan pandangan dan terus menyibukkan para pemikir tentangnya sepanjang abad adalah bentuk hubungan keharmonisan dan kesesuaian dua mainstream disiplin ini.Sebagian pemikir yang berwawasan dangkal berpandangan bahwa antara agama dan filsafat terdapat perbedaan yang ekstrim, dan lebih jauh, dipandang bahwa persoalan-persoalan agama agar tidak "ternodai" dan "tercemari" mesti dipisahkan dari pembahasan dan pengkajian filsafat. Tetapi, usaha pemisahan ini kelihatannya tidak membuahkan hasil, karena filsafat berhubungan erat dengan hakikat dan tujuan akhir kehidupan, dengan filsafat manusia dapat mengartikan dan menghayati nilai-penting kehidupan, kebahagian, dan kesempurnaan hakiki." (Dikutip dari www.wisdoms4all.com/Indonesia)




Agama dan filsafat memainkan peran yang mendasar dan fundamental dalam sejarah dan kehidupan manusia. Orang-orang yang mengetahui secara mendalam tentang sejarah agama dan filsafat niscaya memahami secara benar bahwa pembahasan ini sama sekali tidak membicarakan pertentangan antara keduanya dan juga tidak seorang pun mengingkari peran sentral keduanya. Sebenarnya yang menjadi tema dan inti perbedaan pandangan dan terus menyibukkan para pemikir tentangnya sepanjang abad adalah bentuk hubungan keharmonisan dan kesesuaian dua mainstream disiplin ini.

Sebagian pemikir yang berwawasan dangkal berpandangan bahwa antara agama dan filsafat terdapat perbedaan yang ekstrim, dan lebih jauh, dipandang bahwa persoalan-persoalan agama agar tidak "ternodai" dan "tercemari" mesti dipisahkan dari pembahasan dan pengkajian filsafat. Tetapi, usaha pemisahan ini kelihatannya tidak membuahkan hasil, karena filsafat berhubungan erat dengan hakikat dan tujuan akhir kehidupan, dengan filsafat manusia dapat mengartikan dan menghayati nilai-penting kehidupan, kebahagian, dan kesempurnaan hakiki.

Di samping itu, masih banyak tema-tema mendasar berkisar tentang hukum-hukum eksistensi di alam yang masih membutuhkan pengkajian dan analisa yang mendalam, dan semua ini yang hanya dapat dilakukan dengan pendekatan filsafat.

Jika agama membincangkan tentang eksistensi-eksistensi di alam dan tujuan akhir perjalanan segala maujud, lantas bagaimana mungkin agama bertentangan dengan filsafat. Bahkan agama dapat menyodorkan asumsi-asumsi penting sebagai subyek penelitian dan pengkajian filsafat. Pertimbangan-pertimbangan filsafat berkaitan dengan keyakinan-keyakinan dan tradisi-tradisi agama hanya akan sesuai dan sejalan apabila seorang penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk berusaha memahami dan menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin, keimanan dan kepercayaan agamanya. Dengan demikian, filsafat tidak lagi dipandang sebagai musuh agama dan salah satu faktor perusak keimanan, bahkan sebagai alat dan perantara yang bermanfaat untuk meluaskan pengetahuan dan makrifat tentang makna terdalam dan rahasia-rahasia doktrin suci agama, dengan ini niscaya menambah kualitas pengahayatan dan apresiasi kita terhadap kebenaran ajaran agama.

Walaupun hasil-hasil penelitian rasional filsafat tidak bertolak belakang dengan agama, tapi selayaknya sebagian penganut agama justru bersikap proaktif dan melakukan berbagai pengkajian dalam bidang filsafat sehingga landasan keimanan dan keyakinannya semakin kuat dan terus menyempurna, bahkan karena motivasi keimananlah mendorongnya melakukan observasi dan pembahasan filosofis yang mendalam terhadap ajaran-ajaran agama itu sendiri dengan tujuan menyingkap rahasia dan hakikatnya yang terdalam.

Dengan satu ungkapan dapat dikatakan bahwa filosof agama mestilah dari penganut dan penghayat agama itu sendiri. Lebih jauh, filosof-filosof hakiki adalah pencinta-pencinta agama yang hakiki. Sebenarnya yang mesti menjadi subyek pembahasan di sini adalah agama mana dan aliran filsafat yang bagaimana memiliki hubungan keharmonisan satu sama lain. Adalah sangat mungkin terdapat beberapa ajaran agama, karena ketidaksempurnaannya, bertolak belakang dengan kaidah-kaidah filsafat, begitu pula sebaliknya, sebagian konsep-konsep filsafat yang tidak sempurna berbenturan dengan ajaran agama yang sempurna. Karena asumsinya adalah agama yang sempurna bersumber dari hakikat keberadaan dan mengantarkan manusia kepada hakikat itu, sementara filsafat yang berangkat dari rasionalitas juga menempatkan hakikat keberadaan itu sebagai subyek pengkajiaannya, bahkan keduanya merupakan bagian dari substansi keberadaan itu sendiri. Keduanya merupakan karunia dari Tuhan yang tak dapat dipisah-pisahkan. Filsafat membutuhkan agama (wahyu) karena ada masalah-masalah yang berkaitan dengan dengan alam gaib yang tak bisa dijangkau oleh akal filsafat. Sementara agama juga memerlukan filsafat untuk memahami ajaran agama. Berdasarkan perspektif ini, adalah tidak logis apabila ajaran agama dan filsafat saling bertolak belakang.

Anselm[1] dalam risalah filsafatnya yang berjudul "Proslogion" mengungkapkan kalimat yang menarik berbunyi: Saya beriman supaya bisa mengetahui. Apabila kalimat ini kita balik akan menjadi: jika saya tidak beriman, maka saya tak dapat mengetahui. Tak dapat disangkal bahwa Anselm meyakini bahwa keimanan agama adalah sumber motivasi dan pemicu yang kuat untuk mendorong seseorang melakukan penelitian dan pengkajian yang mendalam terhadap ajaran-ajaran doktrinal agama, lebih jauh, keimanan sebagai sumber inspirasi lahirnya berbagai ilmu dan pengetahuan. Kesempurnaan iman dan kedalaman pengahayatan keagamaan seseorang adalah berbanding lurus dengan pemahaman rasionalnya terhadap ajaran-ajaran agama, semakin dalam dan tinggi pemahaman rasional maka semakin sempurna keimanan dan semakin kuat apresiasi terhadap ajaran-ajaran agama. Manusia membutuhkan rasionalisasi dalam semua aspek kehidupannya, termasuk dalam doktrin-doktrin keimanannya, karena akal dan rasio adalah hakikat dan substansi manusia, keduanya mustahil dapat dipisahkan dari wujud manusia, bahkan manusia menjadi manusia karena akal dan rasio. Tolok ukur kesempurnaan manusia adalah akal dan pemahaman rasional. Akal merupakan hakikat manusia dan karenanya agama diturunkan kepada umat manusia untuk menyempurnakan hakikatnya. Penerimaan, kepasrahan dan ketaatan mutlak kepada ajaran suci agama sangat berbanding lurus dengan rasionalisasi substansi dan esensi ajaran-ajaran agama.

Substansi dari semua ajaran agama adalah keyakinan dan kepercayaan terhadap eksistensi Tuhan, sementara eksistensi Tuhan hanya dapat dibuktikan secara logis dengan menggunakan kaidah-kaidah akal-pikiran (baca: kaidah filsafat) dan bukan dengan perantaraan ajaran agama itu sendiri. Walaupun akal dan agama keduanya merupakan ciptaan Tuhan, tapi karena wujud akal secara internal terdapat pada semua manusia dan tidak seorang pun mengingkarinya, sementara keberadaan ajaran-ajaran agama yang bersifat eksternal itu tidak diterima oleh semua manusia.

Dengan demikian, hanya akallah yang dapat kita jadikan argumen dan dalil atas eksistensi Tuhan dan bukan ajaran agama. Seseorang yang belum meyakini wujud Tuhan, lantas apa arti agama baginya. Kita mengasumsikan bahwa ajaran agama yang bersifat doktrinal itu adalah ciptaan Tuhan, sementara belum terbukti eksistensi Pencipta dan pengenalan sifat-sifat sempurna-Nya, dengan demikian adalah sangat mungkin yang diasumsikan sebagai "ciptaan Tuhan" sesungguhnya adalah "ciptaan makhluk lain" dan makhluk ini lebih sempurna dari manusia (sebagaimana manusia lebih sempurna dari hewan dan makhluk-makhluk alam lainnya). Lantas bagaimana kita dapat meyakini bahwa seluruh ajaran agama itu adalah berasal dari Tuhan. Walaupun kita menerima eksistensi Tuhan dengan keimanan dan membenarkan bahwa semua ajaran agama berasal dari-Nya, tapi bagaimana kita dapat menjawab soal bahwa apakah Tuhan masih hidup? Kenapa sekarang ini tidak diutus lagi Nabi dan Rasul yang membawa agama baru? Dan masih banyak lagi soal-soal seperti itu yang hanya bisa diselesaikan dengan kaidah akal-pikiran. Berdasarkan perspektif ini, akal merupakan syarat mendasar dan mutlak atas keberagamaan seseorang, dan inilah rahasia ungkapan yang berbunyi: Tidak ada agama bagi yang tidak berakal.

Mungkin masih terdapat sebagian penganut agama yang beranggapan bahwa ajaran-ajaran agama dapat dipahami secara rasional lewat pandangan-pandangan para filosof yang bukan penganut agama itu sendiri, menurut mereka adalah tidak urgen mengkaji dan mendalami filsafat untuk menafsirkan ajaran-ajaran suci agama. Anggapan ini sangatlah keliru, karena para filosof itu tidak mengetahui secara universal dan komprehensif ajaran-ajaran agama, jadi tafsiran-tafsirannya atas ajaran agama sangat besar kemungkinan mengandung kesalahan.

Oleh karena itu, para analisis non-religius seperti Bertrand Russel dan Anthony Flew yang memandang ajaran agama dari luar tidak mampu menjelaskan dan menjabarkan substansi dan esensi ajaran agama secara sempurna. Sebagian pengkritik dan pengkaji ajaran agama dari luar dapat dikatakan bahwa mereka itu tidak memahami secara jelas dan proporsional tema pembahasan dan pengkajiannya sendiri. Sangat disayangkan, sebagian penganut agama tanpa sikap kritis dan selektif menerima apa adanya analisa dan penafsiran mereka.

Harapan umat beragama kepada para filosof non-religius adalah bukan pembenaran dan apologi terhadap hakikat ajaran agama, tetapi pengetahuan yang komprehensip dan proporsional terhadap ajaran agama dan keprihatinan yang cukup sebagaimana yang dimiliki para penganut agama. Di samping itu, yang paling urgen bagi mereka adalah pemahaman mendalam dan rasional atas ajaran-ajaran keagamaan dan bukan penerimaan secara awam terhadapnya. Seorang filosof non-religus yang memandang dan mengkaji ajaran agama dari luar, sebelumnya tidak mesti beriman kepada agama itu, tapi pengetahuan yang benar atas inti kajian.

Mengenai dikotomi agama dan filsafat serta hubungan antara keduanya para pemikir terpecah dalam tiga kelompok: kelompok pertama, berpandangan bahwa antara keduanya terdapat hubungan keharmonisan dan tidak ada pertentangan sama sekali. Kelompok kedua, memandang bahwa filsafat itu bertolak belakang dengan agama dan tidak ada kesesuaiannya sama sekali. Kelompok ketiga, yang cenderung moderat ini, substansi gagasannya adalah bahwa pada sebagian perkara dan persoalan terdapat keharmonisan antara agama dan filsafat dimana kaidah-kaidah filsafat dapat diaplikasikan untuk memahami, menafsirkan dan menakwilkan ajaran agama.

Sangat penting untuk digaris bawahi bahwa yang dimaksud filsafat dalam makalah ini adalah metafisika (mâ ba'd ath-thabî'ah). Jadi subyek pengkajian kita adalah hubungan antara agama dan metafisika, namun metafisika menurut perspektif para filosof Islam.

Sebelumnya telah disinggung bahwa sebagian pemikir Islam memandang bahwa antara agama dan filsafat terdapat keharmonisan. Sekitar abad ketiga dan keempat hijriah, filsafat di dunia Islam mengalami perkembangan yang cukup pesat, Abu Yazid Balkhi, salah seorang filosof dan teolog Islam, mengungkapkan hubungan antara agama dan filsafat, berkata, "Syariat (baca: agama) adalah filsafat mayor dan filosof hakiki adalah orang yang mengamalkan ajaran-ajaran syariat."[2] Ia yakin bahwa filsafat merupakan ilmu dan obat yang paling ampuh untuk menyembuhkan segala penyakit kemanusiaan.


Tentang Agama

Segala konsep teoritis, terkhusus yang berhubungan dengan manusia, senantiasa menjadi tema dan subyek analisa, pengkajian dan perdebatan, tak terkecuali konsep teoritis tentang agama. Oleh karena itu, tak bisa disangkal hadirnya berbagai pandangan tentang definisi dan pengertian agama yang hingga sekarang ini belum juga dihasilkan kesepakatan bersama, tapi kerumitan definisi ini bukan berarti bahwa manusia tidak dapat memahaminya secara universal. Robert Hume dalam hal ini berkata, "Agama sedemikian sederhananya bisa diamalkan dan dihayati oleh seorang anak yang baligh dan manusia dewasa yang berakal, tetapi akan rumit sekali ketika ingin dikonsepsi secara sempurna dan komprehensip, yang karenanya ia memerlukan analisa mendalam dan pengalaman keagamaan yang tinggi."[3] Definisi tentang agama sangat beragam karena berkaitan dengan seluruh dimensi kehidupan manusia seperti Etika, Sejarah, Psikologi, Sosiologi, Filsafat dan Estetika.


Problematika Pendefinisian Agama

Definisi tentang agama memiliki kerumitan tersendiri karena beragam faktor, sebagian faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Perbedaan dalam metodologi pendefinisian agama. Sebagian mendefinisikan agama berpijak pada empirisme dan sebagian lain mendefinisikannya lewat pendekatan rasionalisme, fenomenologi, psikologi, dan sosiologi.

b.Perbedaan dalam penentuan individu-individu agama. Sebagian dari awal memandang bahwa aliran filsafat dan sosial dikategorikan kedalam individu-individu agama dan berdasarkan inilah agama itu didefinisikan secara luas.

c.Menyamakan antara esensi agama dan perilaku penganut agama. Para pengkaji agama yang mendefinisikan agama melalui pendekatan empirisisme dan fenomena-fenomena agama terkadang tidak lagi membedakan antara perilaku-perilaku penganut agama dan hakikat ajaran agama sehingga perbuatan negatif para penganut agama itu dimasukkan sebagai bagian dari definisi agama.

d. Pengkajian terhadap sisi internal agama atau eksternal agama. Sebagian orang mengusulkan bahwa untuk memahami hakikat dan esensi agama mesti merujuk pada wahyu dan teks-teks suci agama sebagai internalitas agama dan menjauhi segala metode, sumber dan sudut pandang yang merupakan dimensi eksternalitas agama, tapi sebagian juga menekankan penelitian terhadap agama mesti berangkat dari sisi eksternalitas agama; di samping terdapat perbedaan yang mencolok antara teks-teks suci semua agama juga terdapat keragaman model-model pendekatan rasional dari setiap aliran filsafat, hal inilah yang semakin memperuncing hadirnya perbedaan dalam pendefinisian agama.

e. Menggunakan istilah-istilah yang kabur dan tidak transparan dalam pendefinisian agama. Sebagian teolog menguraikan agama dalam bentuk yang rumit dan kompleks, realitas ini tidak dapat menjadikan definisi agama semakin jelas malah mengaburkannya.

f. Pendefinisian agama hanya secara leksikal dan harfiah. Sebagian teolog dalam mendefinisikan agama hanya merujuk makna leksikal agama seperti ketaatan, khusyu', pahala dan kepasrahan. Sementara metode seperti ini tak bisa mengungkap esensi agama, berlebih lagi kalau kata-kata tersebut dari awal tidak ditetapkan untuk mewakili makna agama itu sendiri.

g. Pendefinisian agama dipengaruhi oleh istilah-istilah epistemologi, antropologi, ontologi, pandangan dunia, dan ideologi. Tak satupun teolog dan filosof agama yang berangkat dari awal dalam pendefinisian agama, hampir semua memandang agama sesuai dengan latar belakang pemikiran dan disiplin ilmunya.

h. Agama tidak memiliki individu luar yang dapat terindera secara lahiriah. Problem lain dalam pendefinisian agama adalah agama tak mempunyai realitas eksternal yang mudah terindera secara lahiriah, karena suatu konsep yang tidak memiliki obyek luar di alam materi akan sangat sulit dipahami dan dimengerti sebagaimana mestinya.

i. Perubahan yang terjadi pada sebagian agama. Begitu banyak agama-agama yang mengalami perubahan dan penyimpangan disepanjang sejarah kehidupannya dan karena inilah lahir banyak aliran-aliran dan mazhab-mazhab yang berbeda. Walaupun hikmah Ilahi mengharuskan minimal satu agama dan mazhab yang terjaga dari perubahan dan penyimpangan itu agar manusia mendapatkan petunjuk dan terus mengalami kesempurnaan. Tapi bagaimanapun adanya perubahan yang terjadi pada teks suci beberapa agama tak bisa disangkal dan menyebabkan perbedaan pendefinisian agama.

j. Pengetahuan yang tak komprehensif tentang agama. Memahami sebagian agama dan terfokus pada cabang agama (fiqih agama) akan berefek pada pendefinisian agama yang beragam.

Definisi Agama

a. Definisi leksikal agama

Kata agama dalam Kitab suci Al-Qur'an dan hadits Nabi mempunyai makna antara lain: pahala dan balasan, ketaatan dan penghambaan, kekuasaan, syariat dan hukum, umat, kepasrahan dan penyerahan mutlak, aqidah, cinta, akhlak yang baik, kemuliaan, cahaya, kehidupan hakiki, amar ma'ruf nahi munkar, amanat dan menepati janji, menuntut ilmu dan beramal dengannya, dan puncak kesempurnaan akal.

b. Definisi gramatikal agama

1. Definisi agama menurut para teolog Barat:

- Agama adalah suatu sistem Ilahi yang ditetapkan bagi manusia yang memuat pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya.[4]

- Agama adalah suatu ketetapan Ilahi untuk umat manusia yang bertujuan membahagiakan manusia di dunia dan akhirat.[5]

- Agama ialah hukum dan undang-undang Ilahi yang mengajak orang-orang berakal menerima dan mengikuti seruan Nabi-Nya. [6]

- Agama adalah berikrar dengan lisan, yakin pada pahala dan siksaan di akhirat dan beramal sesuai hukum dan perintahnya. [7]

- Agama merupakan segala upaya dan usaha untuk menyingkap dan menyempurnakan hakikat kebaikan di dalam wujud kita.[8]

- Agama adalah keyakinan kepada kehendak Tuhan Yang Kuasa atas semua alam dan etikanya sesuai dengan watak manusia.[9]

- Agama yakni meraih pengetahuan hubungan antara manusia dan Tuhan dimana manusia bisa merasakan kekuasaan mutlak-Nya atas dirinya dan terus berharap akan nikmat-nikmat-Nya.[10]

- Agama yaitu kumpulan kepercayaan, simbol, dan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbedaan antara pengalaman spiritual biasa dan hakikat tertinggi. Pengalaman ini dari sisi implikasi dan maknanya memiliki keunggulan lebih kecil dari hakikat tertinggi yang bersumber dari yang non-pengalaman.[11]

- Agama adalah suatu sistem keyakinan dan perbuatan yang berhubungan dengan suatu hakikat tertinggi yang berada di luar jangkauan pengalaman spiritual dan menyeru para penganutnya membentuk suatu masyarakat yang beretika dan bermoral.[12]

- Agama adalah suatu sistem kepercayaan dan prilaku yang memiliki kasih sayang, kelembutan, dan cinta dimana dengannya masyarakat dapat memikul beban kehidupan dan mengemban amanat tujuan hidup manusia. Dengan agama pula manusia bisa memaknai persoalan-persoalan seperti kematian, penderitaan dan tujuan penciptaan segala eksistensi.[13]

- Agama adalah kumpulan simbol-simbol yang jika diamalkan akan melahirkan motivasi dan kekuatan hidup manusia; agama sesuai dengan teori-teori universal tentang eksistensi dan hadir dalam bentuk simbol-simbol untuk merahasiakan hakikatnya.[14]



2. Definisi agama menurut para teolog Islam:

- Agama adalah kepasrahan dan ketaatan kepada Tuhan.[15]

- Agama adalah keyakinan kepada Pencipta alam dan manusia serta hukum-hukum praktis yang sesuai dengan keyakinan ini.[16]

- Agama adalah kumpulan hukum-hukum praktis yang berpijak pada suatu keyakinan, dan yang dimaksud dengan keyakinan di sini adalah bukan hanya ilmu teoritis, karena ilmu teoritis terkadang tak mengharuskan suatu amal, tapi sebagai ilmu yang terpancar dari keyakinan tertinggi yang meniscayakan amal[17]. Dan di tempat lain, agama didefinisikan sebagai kumpulan suatu keyakinan (kepada Tuhan dan kehidupan abadi) dan perasaan serta hukum-hukum yang sesuai dengan keyakinan itu dimana mesti diamalkan di dalam kehidupan manusia.[18]

- Agama adalah ilmu yang diterapkan di semua aspek kehidupan manusia untuk mengantarkannya pada kesempurnaan. Agama memiliki empat dimensi: pencerahan pemikiran dan keyakinan, pendidikan akhlak, penciptaan hubungan harmonis di antara manusia, dan penghapusan perbudakan dan penjajahan.[19]

- Agama adalah kumpulan keyakinan dan kepercayaan, hukum-hukum, dan etika yang bertujuan untuk menyempurnakan dan mengatur masyarakat manusia. Terkadang kumpulan keyakinan itu adalah batil, terkadang benar, dan terkadang gabungan benar dan batil. Jika kumpulan itu adalah benar, maka disebut agama yang benar dan bila batil disebut pula agama batil. Agama benar adalah keyakinan, akidah, dan undang-undangnya bersumber dari Tuhan, sementara agama batil berasal dari selain Tuhan.[20]



Hubungan Agama dan Filsafat Menurut Para Filosof

Abu Hayyan Tauhidi, dalam kitab al-Imtâ' wa al-Muânasah, berkata, "Filsafat dan syariat senantiasa bersama, sebagaimana syariat dan filsafat terus sejalan, sesuai, dan harmonis"[21]. Ahmad bin Sahl Balkhi yang dipanggil Abu Yazid, dilahirkan pada tahun 236 Hijriah di desa Syamistiyan. Ketika baligh ia berangkat ke Baghdad dan mendalami Filsafat dan ilmu Kalam (teologi). Di samping ia berusaha memadukan syariat dan filsafat, ia juga meneliti agama-agama berbeda lalu ditulis dalam kitabnya yang dinamai Syarâyi' al-Adyân dan beberapa kitab lainnya. Abul Hasan 'Amiri, salah seorang murid Abu Yazid Balkhi, adalah seorang filosof terkenal yang juga berupaya membangun keharmonisan antara agama dan filsafat. Ia memandang bahwa filsafat itu lahir dari argumentasi akal-pikiran dan dalam hal ini, akal mustahil melanggar perintah-perintah Tuhan. Abul Hasan 'Amiri, dalam pasal kelima kitab al-Amad 'ala al-Abad, menyatakan, "Akal mempunyai kapabilitas mengatur segala sesuatu yang berada dalam cakupannya, tetapi perlu diperhatikan bahwa kemampuan akal ini tidak lain adalah pemberian dan kodrat Tuhan. Sebagaimana hukum alam meliputi dan mengatur alam ini, akal juga mencakup alam jiwa dan berwenang mengarahkannya. Tuhan merupakan sumber kebenaran yang meliputi secara kodrat segala sesuatu. Cakupan kodrat adalah satu cakupan dimana Tuhan memberikan kepada suatu makhluk apa-apa yang layak untuknya. Dengan ini, dapat kesimpulan bahwa alam natural secara esensial berada dalam ruang lingkup hukum materi dan hukum materi juga secara substansial mengikuti jiwa, dan jiwa berada di bawah urusan akal yang membawa pesan-pesan Tuhan."[22]

'Amiri memandang bahwa akal secara esensial mengikuti dan taat kepada perintah-perintah Tuhan. Di bagian lain dari kitab itu, akal dikategorikan sebagai hujjah dan dalil Tuhan, ia menyatakan bahwa derajat akal apabila dibandingkan dengan jiwa sama seperti daya penglihatan apabila dihubungkan dengan mata. 'Amiri, dalam kitab as-sa'âdah wa al-isâd, juga menyinggung hubungan akal, jiwa dan alam materi, ia berkata, "Jiwa mengambil manfaat dari akal dan menyalurkan manfaat ke alam materi. Akal adalah kemuliaan dan kehormatan jiwa dan jiwa adalah pelayan akal. Ketika jiwa melayani akal maka pada jiwa akan nampak kesucian dan cahaya dan ketika ia meninggalkan akal maka akan nampak kegelapan dan kekotoran. Dengan demikian, kebodohan akan muncul dan berefek pada kehancuran dan kemaksiatan."[23]

'Amiri beranggapan bahwa jiwa yang berakal mempunyai kelayakan untuk menjadi khalifah Tuhan. Menurutnya, seseorang yang memiliki jiwa yang dicahayai oleh akal layak menjadi khalifah Tuhan yang mengatur, mengelolah dan membangun alam ini, dan di alam non-materi menempati kedudukan yang mulia dan tinggi. Jiwa ini, dari sisi badan berhubungan dengan alam rendah (materi) dan dari dimensi akal berkaitan dengan alam tinggi. Dengan ibarat lain, khalifah Tuhan adalah substansi wujudnya memiliki kedudukan ruhani dan spiritual tertinggi dan juga berhubungan dengan derajat jasmani terendah, maujud ini tidak lain merupakan sesuatu yang menghubungkan dan menggabungkan dua alam.

Dari perspektif di atas, 'Amiri menafsirkan makna kenabian dan menyimbolkannya dengan sebuah garis. Garis ini, pada satu sisi terhubung ke alam ruhani dan pada sisi lain memanjang ke alam materi. Dengan begitu wahyu dapat didefinisikan menjadi sebuah realitas makna yang turun dari alam gaib ke alam materi. Menurut 'Amiri, walaupun jiwa di awal perwujudannya tak lepas dari pengaruh materi dan indera-indera lahiriah, tapi jiwa tidak pernah terputus dari cahaya akal, karena akal merupakan esensi jiwa. Perlu diperhatikan bahwa meskipun jiwa senantiasa mengambil manfaat dari cahayai akal, tapi tanpa cahaya agama jiwa mustahil mencapai alam spiritual tertinggi. 'Amiri dalam menjelaskan hal itu mengambil sebuah pemisalan: dalam perkembang-biakan spesis tumbuhan di alam, semua tingkatan kesempurnaan satu spesis tumbuhan secara potensial terdapat dalam wujudnya, tapi untuk mewujudkan daun-daunnya, bunga-bunganya dan buah-buahnya mesti membutuhkan seorang tukang kebun. Jiwa manusia juga secara potensial memiliki semua derajat kesempurnaan, tetapi untuk mengaktualkan seluruh potensi yang dimilikinya niscaya memerlukan agama dan filsafat.

Dengan memperhatikan apa yang telah diuraikan di atas, bisa dikatakan bahwa filosof tersebut sepakat dengan gagasan kebaikan dan keburukan akal, dan hal ini juga diterima oleh aliran Mu'tazilah. Dari pikiran-pikiran Mu'tazilah diketahui bahwa mereka ini berpijak pada konsep "syariat akal". Mereka mendefinisikan "syariat akal" sebagai berikut, "Salah satu syariat akal adalah bahwa manusia tidak menyukai apa yang terjadi pada seseorang sebagaimana dia juga tidak mencintai hal tersebut terjadi pada dirinya, dan manusia mencintai apa yang berlaku padanya sebagaimana dia juga menyenangi hal itu berlaku pada orang lain. Perbuatan yang dia kerjakan secara tersembunyi dengan senang hati juga dilakukan secara terbuka".[24] Apa-apa yang dipandang akal sebagai keburukan digolongkan sebagai hal yang wajib dihindari dan tidak dikerjakan.

Mereka yang berpijak pada "syariat akal" memandang bahwa hukum-hukum dan undang-undang yang diturunkan untuk manusia yang bersumber dari Nabi dan Rasul mustahil bertentangan dengan "syariat akal". Abul Hasan 'Amiri, dalam kitab al-Itmâm lifadhâil al-Anâm, membahas hubungan antara teori (ilmu) dan amal, di situ ia menekankan pentingnya ilmu bagi amal. Di tempat lain ia katakan bahwa wahyu, ilham, lintasan ide, dan pikiran merupakan bentuk ibadah akal (an-nusuk al-aql). An-nusuk berarti ibadah, kesucian, dan kedekatan kepada Tuhan, menurut 'Amiri hukum-hukum Ilahi adalah rasional dan apa yang rasional dapat menyebabkan kesucian dan kedekatan keda Tuhan. Ibnu Sina, dalam salah satu karyanya juga mengungkapkan bahwa tafakkur, berpikir, dan kontemplasi juga merupakan salah satu bentuk ibadah dan doa.

Menurut Ibnu Sina, tafakkur dalam kerangka teoritis dan praktis (terapan) pada hakikatnya adalah bahwa manusia berakal mengulurkan tangannya kepada realitas mutlak yang maha sempurna untuk memohon agar hakikat, rahasia, dan ilmu atas segala sesuatu tersingkap baginya.

Musa bin Maimun, seorang filosof Yahudi, karena terpengaruh filsafat Islam beranggapan bahwa tafakkur dan kontemplasi sebagai salah satu bentuk ibadah yang dapat mengantarkan manusia pada kebahagiaan, karena itu ia berupaya merujukkan akal dan agama. Ia, dalam kitabnya Dilâlah al-Hairîn, berkata, "Tafakkur dan berpikir merupakan jalan kesempurnaan manusia. Ilmu dan makrifat adalah salah satu bentuk ibadah yang sesungguhnya dapat mengantarkan seorang hamba dekat kepada Tuhan, makrifat dapat menyingkap hakikat dan rahasia eksistensi. Semakin tinggi dan sempurna pengetahuan manusia maka semakin ia dekat kepada Tuhan dan semakin dalam kecintaannya kepada-Nya"[25]. Walaupun menurutnya ibadah merupakan hasil dari kecintaan, tetapi kecintaan seseorang kepada Tuhan berbanding lurus dengan ilmu dan makrifatnya.

Abu Nashir Farabi, pendiri maktab filsafat Islam, filosof yang juga berupaya menggabungkan antara agama dan filsafat. Filosof ini, setelah mengkaji secara mendalam persoalan kebahagian pada akhirnya berpendapat tentang bentuk tasawuf (pensucian diri) yang berpijak pada rasionalitas. Tasawuf Farabi merupakan tasawuf yang tidak hanya menekankan pada niat tulus, disiplin, dan motivasi yang kuat dalam sair suluk (perjalanan spiritual) serta bersungguh-sungguh dalam meninggalkan kelezatan-kelezatan jasmani dan dunia, tapi juga menitikberatkan pada dimensi teoritis yang berpijak pada pemikiran yang mendalam. Menurut Farabi, kesempurnaan pensucian jiwa bukan hanya bergantung pada ibadah-ibadah ritual, tetapi juga dipengaruhi oleh tafakkur, rasionalitas, dan pemikiran. Tak bisa disangkal bahwa ibadah-ibadah jasmani juga berpengaruh dalam pencapaian kesempurnaan, tetapi kesempurnaan yang diraih bersama dengan akal-pikiran dan rasionalitas memiliki keunggulan yang lebih. Semakin sempurna akal-pikiran dan makrifat manusia, maka semakin dekat ia kepada alam transenden dan alam akal, dan ketika ia sampai pada derajat alam akal tertinggi, maka selayaknya ia memperoleh cahaya-cahaya Tuhan, puncak tertinggi kebahagiaan dan kesempurnaan makrifat Ilahi.

Dalam sejarah filsafat Islam, Syeikh Syihabuddin Suhrawardi adalah termasuk salah seorang filosof yang menentang pemisahan ajaran suci agama dan pemikiran filsafat, ia beranggapan bahwa keduanya terdapat kesatuan hakikat. Ia kemudian membangun sendiri sistem filsafatnya berpijak pada asumsi adanya kesatuan tersebut. Menurutnya, perbedaan yang ada di antara agama-agama dan aliran-aliran pemikiran dipengaruhi oleh banyak faktor dan salah satu faktor utamanya adalah perbedaan dalam istilah.

Hakikat matahari yang bercahaya itu adalah satu dan ia tidak menjadi banyak dengan beragamnya manifestasi-manifestasinya. Kota hanyalah satu tapi pintu-pintunya sangatlah banyak dan jalan-jalan menuju ke kota itu tak berbilang banyaknya. Dari kumpulan karya-karya Syaikh Isyraq dapat dipahami bahwa Hikmah Isyraqi dijabarkan dengan bahasa kinâyah (figuratif), dan bahasa kinâyah tidak dapat diketahui oleh banyak manusia. Bahasa argumentasi dan filsafat dapat dipahami oleh sebagian manusia yang memiliki kemampuan dan bakat yang cukup, tetapi memahami bahasa kinayah tak cukup hanya dengan kemampuan yang cukup itu. Untuk mengetahui bahasa kinayah diperlukan kemampuan istimewa yang hanya dapat dicapai dengan riyâdhah (disiplin spiritual), murâqabah (penjagaan diri dari segala kemaksiatan), tafakkur mengenai hakikat jiwa dan alam. Syaikh Isyraq menyatakan bahwa sebagaimana penciptaan dan perwujudan segala sesuatu hanya dilakukan oleh Tuhan, maka Dia pulalah yang memberikan hidayah kepada semua makhluk-Nya.

Di zaman ketika Syaikh Isyraq meletakkan pondasi filsafat Isyraqiyah (Iluminasi)nya di dunia timur Islam dimana menekankan pada kesatuan hakikat, juga Abul Walid bin Rusyd di dunia barat Islam lantang menyuarakan keharmonisan hikmah (baca: filsafat) dan syariat (baca: agama). Ibnu Rusyd, dalam kitabnya Fashl al-maqâl fi ma baina asy-Syariah wa al-Hikmah, menjabarkan dan mengkaji aspek-aspek syariat. Ia di awal kitab Manâhij al-Adillah fi Aqâid al-Millah juga memaparkan masalah tersebut dan berkata, "Syariat terbagi dalam dua bagian, yakni lahir dan batin, dan batin syariat dikhususkan untuk para ulama, sementara mayoritas yang awam hanya diperintahkan untuk mengamalkan lahiriah syariat dan menghindari berbagai bentuk takwil. Bagi kaum ulama juga tidak dibenarkan mengungkapkan dan menyampaikan hakikat-hakikat yang diperoleh dari jalur penakwilan kepada masyarakat awam."[26] Ibnu Rusyd dalam tulisannya berpijak pada perkataan Imam Ali As yang bersabda, "Berbicaralah kepada masyarakat sehingga mereka dapat memahami, apabila kandungan pembicaraan lebih tinggi dari pada kadar pemahaman masyarakat, maka dikhawatirkan mereka akan menolak perkataan Tuhan dan para Nabi-Nya". Ibnu Rusyd yakin bahwa peran kitab-kitab suci, yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul Tuhan, meliputi satu makna lahir dan beberapa makna batin. Tapi ia bukanlah orang pertama yang mengungkapkan hal-hal tersebut. Ibnu Rusyd dan juga semua orang yang percaya terhadap masalah itu, berkeyakinan atas keberadaan makna batin dimana apabila makna batin syariat dan ajaran agama disingkapkan kepada masyarakat awam akan mengakibatkan munculnya masalah dan persoalan psikologis dan sosiologi yang terburuk. Ibnu Rusyd berpandangan bahwa senantiasa terdapat kesatuan hakikat yang memiliki penafsiran-penafsiran yang beragam.

Dengan demikian, penisbahan suatu pandangan mengenai hakikat-hakikat yang saling bertolak belakang kepada Ibnu Rusyd adalah penisbahan yang tidak beralasan. Dalam aliran politik Latiny Ibnu Rusyd, penisbahan gagasan itu kepada Ibnu Rusyd sangat masyhur, tapi apabila diperhatikan bahwa perspektif hakikat batin syariat dan hakikat lahir syariat - yang juga digagas oleh Ibnu Rusyd - ditempatkan secara berjenjang dan bergradasi, maka mustahil terdapat dua hakikat atau beberapa hakikat yang saling bertentangan. Dengan perspektif ini, mustahil pandangan tentang hakikat-hakikat yang saling berlawanan itu kita nisbahkan kepada Ibnu Rusyd. Sebagaimana yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa keharmonisan dan kesesuaian antara agama dan filsafat senantiasa menjadi titik tekan para filosof Islam hingga zaman Ibnu Rusyd. Filosof-filosof pasca Ibnu Rusyd kurang lebih menjabarkan masalah tersebut dan mereka mempunyai pandangan yang sama mengenai keharmonisan hubungan antara agama dan filsafat.

Pada abad kesebelas hijriah, muncul seorang filosof bernama Sadruddin Syirazi yang secara gemilang mengkaji hakikat eksistensi dan melahirkan gagasan-gagasan filsafat yang baru dan cemerlang. Ia meneliti hadits-hadits yang diriwayatkan dari Ahlulbait Nabi As dan berkesimpulan bahwa agama dan filsafat tidak bertentangan bahkan terdapat keharmonisan di antara keduanya. Persoalan ini senantiasa ia tekankan di dalam banyak karya-karyanya, dalam kitabnya bertema Syarh Ushul al-Kâfi ia menafsirkan 34 hadits yang sahih berkenaan dengan akal dan keunggulan-keunggulannya. Hadits-hadits tentang akal ini memang paling banyak diriwayatkan dari Imam-Imam Suci Ahlulbait Nabi As yang disampaikan oleh ulama dan ahli hadis (muhaddits) Syiah. Sementara hadis-hadis seperti ini sangat jarang diriwayatkan oleh ulama dan ahli hadis Sunni dan bahkan sebagian dari mereka menganggap bahwa hadis-hadis yang berhubungan dengan akal adalah palsu.

Muqaddasi, salah seorang ulama besar Sunni, memandang bahwa hadits-hadits yang berkaitan dengan akal adalah bohong dan palsu. Perlu diperhatikan bahwa Sadruddin Syirazi di samping ia adalah seorang filosof besar juga merupakan ahli hadis, maka dari itu, hadis-hadis yang ia anggap sahih juga dipandang sahih oleh para ahli hadis lainnya.

Allamah Thabathabai, seorang filosof kontemporer, termasuk filosof yang tidak membenarkan adanya pemisahan antara agama dan filsafat, ia memandang bahwa argumentasi rasional-filosofis terhadap masalah-masalah teologi adalah hal yang bersifat fitrah bagi manusia. Dalam hal ini ia berkata, "Adalah salah satu bentuk kezaliman dan kesesatan apabila kita memisahkan antara ajaran suci agama-agama dan filsafat transenden. Apakah agama bukan kumpulan dari makrifat-makrifat Ilahi, akhlak, dan hukum-hukum? Apakah para Nabi dan Rasul tidak diperintahkan oleh Tuhan untuk mengajak, mendidik, dan mengantarkan manusia kepada hakikat kebahagiaan dan kesempurnaan hakiki? Apakah kebahagiaan dan kesempurnaan manusia tidak terletak pada pengajaran suci agama dan pemberian akal kepada manusia oleh Tuhan untuk menyingkap berbagai rahasia-rahasia alam, mencapai puncak kesempurnaan makrifat atas hakikat-hakikat eksistensi, dan menjalani kehidupan yang seimbang serta menjauhi segala bentuk penyikapan yang ekstrim atas dimensi-dimensi kehidupan di dunia? Apakah manusia dapat menggapai pemahaman makrifat dan ilmu tanpa menggunakan argumentasi rasional, dalil akal, dan kontemplasi yang mana merupakan substansi dan hakikat manusia? Bagaimana dapat dikatakan bahwa ajaran agama Ilahi mengajak manusia menentang fitrah dan hakikat wujudnya sendiri serta menyeru manusia untuk menerima segala perkara tanpa dalil akal dan argumentasi rasional? Secara mendasar tidak terdapat perbedaan antara metodologi para Nabi dalam mengajak manusia kepada kebenaran dan apa-apa yang dicapai dan diraih manusia lewat argumentasi yang benar dan logis. Perbedaan keduanya hanya terletak bahwa para Nabi dan Rasul As mendapatkan pertolongan dari Sebab Pertama dan meminum langsung dari sumber wahyu."[27]

Para Nabi dan Rasul As memiliki kemampuan untuk turun dari derajat tertinggi dan berbicara dengan manusia sesuai dengan kadar kemampuan akal dans pemahamannya. Semua Nabi dan Rasul as tidak memaksa manusia untuk menerima segala hal tanpa dalil akal dan argumentasi rasional, mereka tidak mengajak manusia dengan taklid buta. Kitab suci al-Qur'an membahas masalah teologi (mabda), eskatologi (ma'âd), dan persoalan metafisika dengan berbagai burhan dan argumentasi. Kitab suci ini sangat memuji ilmu, makrifat, akal, dan kemandirian intelektualitas serta menentang segala bentuk kebodohan dan taklid buta. Tuhan dalam al-Qur'an berfirman:

Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah dan dalil yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (Qs. Yusuf: 108)

Sebagaimana ayat yang disaksikan di atas, Nabi dan Rasul as mengajak manusia kepada Tuhan berdasarkan hujjah, bashirah dan dalil yang nyata. Tak diragukan lagi bahwa ajakan dan dakwah para Nabi berpijak pada bashirah dan bukan taklid tanpa argumentasi. Dan ketika terdapat burhan dan argumentasi, maka kita tidak bisa menyatakan bahwa hal tersebut bertolak belakang dengan hikmah dan filsafat. Perlu diperhatikan bahwa filsafat itu jangan dipandang sebagai rangkaian dan kumpulan dari pemikiran, perspektif, dan gagasan filosof-filosof Yunani yang di antara mereka terdapat orang mukmin, kafir, yang benar, dan yang salah. dari berbagai sumber.








--------------------------------------------------------------------------------

[1] . St. Anselm (1033 - 1109 M) adalah seorang teolog dan filosof abad pertengahan, ia berkebangsaan Italia dan kemudian tersohor setelah ia merumuskan argumen Ontologi tentang pembuktian eksistensi Tuhan.

[2] . Abul Qasim Baihaqi, Durratul Akhbâr wa Lum'atul Anwâr, hal. 28.

[3] . Robert Hume, Adyân-e Zendeh Jahân, penerjemah: Abdurrahim Gawohy, hal. 18.

[4] . John Nas, Târikh Jame' Adyân, penerjemah: Ali Ashgar Hikmat, hal. 79 dan 81.

[5] . Ibid.

[6] . Ibid.